Pengikut

Jumaat, 26 Julai 2013

RONALDO RAMADHAN di Santiagou Bernebau,REAL MADRID

||Dialogue at Santiagou Bernebau Stadium REAL MADRID||
One night after the team finished spending real madrid fitness training.......

RONALDO : Why when I called Mesut OZIL earlier, didn't get a call?
HIGUAIN : ouh,i don't know!mybe he was sleep..
RONALDO : I wanna go to PUB with him at 9pm..now already at 10.30pm
MARCELO : I'm so symphathy to you .... hahaha!
RONALDO : WTF?? why you said like that? I'm serius OK!



Kaka was explain RAMADHAN to RonalDO

KAKA : haha,Coz he and Benzema was leaving the worldly things when you have called him a moment ago..
RONALDO : What your MEANS Kids? @,@ your words are like a philosopher asshole! CAN someone explain me?
CASSILAS : RELAX bro! Don't Cry like BABY! KHEDIRA can explain to you!
KHEDIRA : this juz little problem CR7! you must know every better Muslim like they both will do SOLAT TERAWIKH at night in every years when RAMADAN COMING Baby! they dont want to be disturbed during this MONTH!
RONALDO : WOW,Subhanallah!
DI MARIA : Owh I see but why Khedira not like them?

Shhhh!!!!!

KAKA&XABI ALONSO: Shhh,!!
HIGUAIN,CASSILAS,MARCELO,RAMOS : ................
DI MARIA : Opss,soorry!
Khedira : its ok kids,I'm Muslim too..but i'm not BETTER! 
RONALDO : 
"But if they repent, it is better bg, and bg is better, and if they turn back, Allah will chastise them with a painful punishment in this world and who in the Hereafter, and they sekali2 have no helper on earth"
Q.S At Taubah:74.



KHEDIRA  : (sad+cry)......thankz friendz!!(Insya Allah)..

RONALDO : come to PAPA baby!i love you!i'm respect for your religion!! ALL of THEM : WOW,SubhanaLLAh ! YOU are OSEM CR7!
Di MARIA : Fuhh,i'm Lucky...Khedira not Angry..LOL!



Yeah,,HEHE!

Ibnu_artDESIGN.PHOTOSCAPE

GENG MIZAN Production WALLPAPER
from BATCH10


SAHABAT THE MOVIE POSTER

 MAJMUAH 8 at FOUNDATION
Academic of Islamic Studies UNIVERSITI MALAYA on 2010/11

TENTANG BULAN WALLPAPER
CRAZY DRIFT to Sir Ibrahim HOME
(PHOTOSCAPE)



 MAJMUAH 2 at FOUNDATION
Academic of Islamic Studies UNIVERSITI MALAYA on 2011/12
(PHOTOSCAPE) Ibnu_artDESIGN


(PHOTOSCAPE) Ibnu_artDESIGN
Memories at Pantai MERANG 2012
Wan Syafiqah Design AdobePhotoshop


LEDANG MOUNT (PhotoScape) 






AHMAD BROTHERS

AHMAD BROTHERS WALLPAPER

1995


4 siblings on 1996

1st Oldest AhmadBrother


2nd Oldest AhmadBrother
4th AhmadBrothers
9th Last Brothers

ISTANBUL ANA DATANG !

at GALATA TOWER

at TOPKAPI PALACE

Khalifah Sulaiman Al-Qanuni, Pemimpin Besar Kekhilafahan Uthmani dari Abad XVI

Sejarah Islam mencatat kiprah dan pejuangannya dengan tinta emas sebagai penguasa Muslim tersukses. Di abad ke-16 M, penguasa Kekhalifahan Usmani Turki itu menjadi pemimpin yang sangat penting di dunia -- baik di dunia Islam maupun Eropa. Di era kepemimpinannya, Khilafah Utsmani menjelma sebagai negara adikuasa yang disegani dalam bidang politik, ekonomi, dan militer.

Pemimpin Muslim yang didapuk peradaban Barat dengan gelar 'Solomon the Magnificient' atau 'Solomon the Great' itu adalah Sultan Sulaeman I. Sulaeman pun tersohor sebagai negarawan Islam yang terulung di zamannya. Kharismanya yang begitu harum membuat Sulaeman dikagumi kawan dan lawan. Di masa kekuasaannya, Kekhalifahan Turki Utsmani memiliki kekuatan militer yang sangat tangguh dan kuat.

Sultan Sulaiman pun begitu berjasa besar penyebaran agama Islam di daratan Eropa. Ketika berkuasa, Sulaiman Agung - begitu orang Barat menjulukinya - berhasil menyemaikan ajaran Islam hingga ke tanah Balkan di Benua Eropa meliputi Hongaria, Beograd, dan Austria. Tak cuma itu, dia pun sukses menyebarkan ajaran Islam di benua Afrika dan kawasan Teluk Persia.

Gelar Al-Qanuni yang melekat pada nama besarnya dianugerahkan atas jasanya dalam menyusun dan mengkaji sistem undang-undang Kesultanan Turki Usmani. Tak hanya menyusun, Sultan Sulaeman pun secara konsisten dan tegas menjalankan undang-undang itu. Sulaiman menerapkan syariah Islamiyah dalam memimpin rakyat yang tersebar di Eropa, Persia, Afrika, serta Asia Tengah.



Pantaslah bila Sulaeman dikagumi lawan dan kawan. Ia adalah seorang penguasa kuat yang merakyat. Baginya, setiap rakyat di Kesultanan Usmani memiliki hak yang sama. Tak ada pemberadaan pangkat dan derajat. Kebebasan dan toleransi menjalankan kehidupan beragama pun dijunjungnya. Tak heran, jika pada masa kekuasaannya umat Islam serta Yahudi dapat hidup dengan aman dan damai.

Salah satu upaya penting yang dilakukan Sulaeman agar pemerintahannya kuat dan dicintai rakyat adalah dengan mememilih gubernur yang benar-benar berkualitas. Ia memilih gubernur yang mewakilinya di setiap provinsi dengan selektif dan ketat. Popularitas dan status sosial tak menjadi syarat dalam mencari kandidat gubernur. Agar tak kecolongan, ia sendiri yang turun langsung menyelidiki jejak rekam serta kepribadian setiap calon gubernur.

Hasilnya sungguh memuaskan. Setiap gubernur yang dipilih dan dilantiknya adalah sosok pemimpin yang besih dan benar-benar berkualitas. Itulah mengapa, wilayah kekuasaan Usmani Turki yang begitu luas bisa bersatu dan tumbuh dengan pesat menjadi sebuah kekuatan yang sangat diperhitungkan di dunia. Syariat Islam pun bisa dijalankan dengan baik.

Sulaiman pun dikenal sebagai pemimpin yang turut memajukan kebudayaan. Ia mencinta seni dan kebudayaan. Selain menduduki tahta kesultanan, Sulaiman pun dikenal sebagai salah seorang penyair yang hebat dalam peradaban Islam. Pada era kekuasaannya, Istanbul - ibukota Usmani Turki menjelma menjadi pusat kesenian visual, musik, penulisan serta filasafat. Inilah periode yang paling kreatif dalam sejarah kesultanan Usmani.

Sulaiman merupakan putera Sultan Salim I. Dia terlahir pada 6 November 1494 M di Trabzon, kawasan pantai Laut Hitam. Sejak kecil, dia sudah didik sang ayah pelajaran dan ilmu seni berperang serta seni berdamai. Menginjak usia tujuh tahun, Sulaiman cilik dikirim ke sekolah Istana Topkapi di Istanbul.

Di sekolah itu, dia mempelajari beragam ilmu pengetahuan seperti, sejarah, sastra, teologi serta taktik militer. Meski berdarah ningrat dan putera mahkota sebuah kesultanan yang sangat besar, sejak muda Sulaiman sudah sangat merakyat. Sahabat dekatnya justru adalah seorang budak bernama, Ibrahim. Kelak, sahabatnya itu menjadi penasehat yang amat dipercayainya.

Sebelum menduduki tahta kesultanan Usmani, pada usia 17 tahun dia ditunjuk sang ayah untuk menjadi gubernur pertama Provinsi Kaffa (Theodosia). Lalu setelah itu, dia diuji dengan menduduki jabatan Gubernur Sarukhan (Manisa) dan kemudian memimpin masyarakat di Edirne (Adrianople). Delapan hari setelah sang ayah tutup usia, pada 30 September 1520 M, Sulaeman naik tahta menjadi sultan ke-10 Kesultanan Usmani.

Seorang utusan dari Venesia, Bartolomeo Contarini dalam catatan perjalanannya ke Istanbul Turki menggambarkan sosok Sultan Sulaiman. Menurut Contarini, saat itu Sulaiman baru berusia 22 tahun. ''Postur tumbuhnya tinggi, tapi kurus dan kuat serta corak kulitnya lembut,'' tutur Contarini. Selain itu, sang sultan digambarkan memiliki leher yang sedikit lebih panjang dan wajahnya yang tipis serta hidungnya bengkok seperti paruh rajawali.

''Dia adalah pemimpin yang bijaksana, sangat cinta pada ilmu. Sehingga semua orang berharap banyak dari kepemimpinannya,'' imbuh Contarini memuji akhlak Sultan Sulaiman I. Sebagian sejarawan mengklaim pada masa remajanya mengagumi Aleksander Agung. Menurut sejarawan, Sulaiman sangat terpengaruh visi Aleksander dalam membangun sebuah kerajaan yang dapat berkuasa dari Timur hingga Barat.

Masa pemerintahannya terbilang sangat panjang, jika dibandingkan Sultan-Sultan Ottoman lainnya. Selama berkuasa selama 46 tahun, Sultan Sulaeman begitu banyak mencapai kemenangan dalam berbagai peperangan. Sehingga, wilayah kekuasaan Kesultanan Usmani terbentang dari Timur ke Barat.

Kecintaannya pada ilmu pengetahuan diwujudkannya dengan mendirikan Universitas As-Sulaimaniyah. Sama seperti halnya pembangunan masjid Agung Sulaiman, pembangunan perguruan tinggi itu dilakukan oleh arsitek ulung bernama Mimar Sinan. Sultan Sulaiman pun sempat menulis salinan Alquran dengan tangannya sendiri. Kini, salinan Alquran itu masih tersimpan di Masjid Agung Sulaiman.

Sulaiman tutup usia pada usia 71 tahun saat berada di Szgetvar, Hongaria pada tanggal 5 Juni 1566 M. Jasadnya dimakamkan di Masjid Agung Sulaiman yang berada di kota Istanbul, Turki. Kehebatan dan kebaikannya selama memimpin kesultanan Usmani hingga kini tetap dikenang.

Jejak Hidup Sang Sultan

* Tahun 1494: Sulaiman lahir di Trabzon, kawasan pantai Laut Hitam pada tanggal 6 November.
* Tahun 1511: Diangkat menjadi gubernur pertama gubernur pertama Provinsi Kaffa (Theodosia)
* Tahun 1520: Sulaiman naik tahta menjadi sultan ke-10 Kerajaan Usmani. Pengangkatan itu tepat delapan hari setelah ayahnya, Sultan Salim I wafat. * Tahun 1521: Sulaiman berhasil menguasai Beograd - kini ibukota Yugoslavia.
* Tahun 1522: Berhasil menguasai ibu kota Hongaria, Rhodos dari Ksatria Santo Yohanes.
* Tahun 1524: Sultan Sulaiman merebut kota Budapest, Hongaria.
* Tahun 1531: Pasukan Sultan Sulaiman meraih kemenangan dalam perang dengan Austria.
* Tahun 1532: Memimpin perang melawan Raja Spanyol, Karel V
* Tahun 1533: Sultan mengumumkan penerimaan tawaran damai dengan Prancis.
* Tahun 1535: Tercapai kesepakatan damai dengan Prancis di kota Baghdad, Irak.
* Tahun 1534: Sultan Sulaiman membangun armada laut yang pertama untuk menghadapi perlawanan pasukan Kaisar Karel V.
* Tahun 1537: Sultan Sulaiman memerintahkan Admiral Khairuddin Barbarossa untuk menguasai Laut Aijah yang terletak di antara Turki dan Yunani dalam tempo tiga tahun.
* Tahun 15479: Pasukan Turki Usmani mengepung pantai Italia dan menguasai pelabuhan Nicea.
* Tahun 1548: Sultan Sulaiman menguasai Gharan.
* Tahun 1550: Mendirikan Universitas As-Sulaimaniyyah dan Masjid Agung Sulaiman.
* Tahun 1556: Pendirian Masjid Agung Sulaiman selesai.
* Tahun 1566: Sultan Sulaiman wafat di Szigetvar, Hongaria pada tanggal 5 September.

Warisan Keajaiban Sulaiman

Selain berhasil membangun kekuatan politik, militer dan ekonomi, Sultan Sulaiman Al-Qanuni yang juga sukses membina kebudayaan. Selama berkuasa selama 46 tahun, sang sultan yang disegani para penguasa di daratan Eropa itu membangun beragam proyek arsitektur dan kebudayaan.

Tak heran, bila pada pertengahan abad ke-16 M, Istanbul - ibu kota Kerajaan Usmani - menjelma menjadi kota yang paling inovatif dalam energik dalam bidang arsitektur di seluruh dunia. Hal itu menunjukkan betapa tingginya minat Sultan Sulaiman dalam membangun dan mengembangkan kesenian.

Ahli strategi militer yang sangat brilian itu ternyata juga menggemari sastra. Syair dan puisi yang diciptakannya tercatat sebagai salah satu hasil karya sastra terbaik di dunia Islam. Saat berkuasa, dia menyeponsori angkatan bersenjata yang terdiri dari para seniman, para pemikir agama, dan filsuf. Sulaiman menciptakan Istanbul sebagai pusat peradaban Islam di abad ke-16 M. Ia memerintahkan pembangunan sederet megaproyek seperti membangun jembatan, masjid, istana, serta universitas. Pembangunan yang berdenyut di ibu kota peradaban dunia, saat itu tercatat sebagai proyek yang terbesar di dunia.

Sederet megaproyek yang dibangun pada saat itu dikendalikan secara langsung oleh seorang arsitek brilian dalam sejarah manusia, yakni: Mimar Sinan. Masjid Agung Sulaiman yang dirancang dan dibangun Sinan diyakini sebagai kemenangan terbesar perdaban Islam dalam bidang arsitektur. Saat berkuasa, Sultan Sulaiman merenovasi Kubah Batu di Yerusalem. Selain itu, dia juga memperbaiki tembok kota suci ketiga bagi umat Islam itu. Salah satu peran lainnya, Sultan Sulaiman juga merenovasi Ka'bah di Makkah serta membangun sebuah kompleks di Damaskus.

Pada masanya, Istanbul juga menjadi pusat perkembangan seni visual, musik, menulis, dan filsafat di dunia Islam. Berseminya kebudayaan di era kekuasaan Sultan Sulaiman menunjukkan betapa Kerajaan Usmani telah mencapai puncak kejayaannya. Sejarah juga mencatat Sulaiman sebagai sultan terhebat di Kerajaan Usmani.

Dia dikenal juga sebagai seorang pemerintah pemerintah yang amat luar biasa. Keberhasilannya dalam menyusun kembali undang-undang yang pertama kali dibuat oleh Sultan Muhammad II alias Mehmet II merupakan salah satu pencapaiannya yang paling prestisius. Wilayah kekuasaannya pun begitu luas.

Khamis, 25 Julai 2013

SULTAN MEHMET.II AL-FATEH : CONQUEROR OF ISTANBUL (CONSTANTINOPLE)



 
Fatih Sultan Mehmet (1432-1482), also known as Mehmed II or The Conqueror, ruled the Ottoman Empire for a brief time, from 1444 to 1446, after his father, Sultan Murad II renounced the throne, and again after his father died, from 1451 to 1481. Within two years of reclaiming the throne in 1451 he overthrew the Byzantine Empire by conquering Constantinople, thereby consolidating the Ottoman Empire and marking the end of the Middle Ages. During the siege of Constantinople, Fatih Sultan Mehmet’s men numbered over 100,000 (including slaves conscripted from conquered states), and approximately 125 ships were at his disposal. The Ottomans used gunpowder to great effect during the siege, and the Sultan embraced new technological developments that tipped the scales in his favor, including “Orban’s cannon,” a piece of artillery over 25 feet long that could fire cannonballs up to a mile, that he had commissioned from a European craftsman named Orban.

After the fall of Constantinople in May 1453, Fatih Sultan Mehmet turned his attention to conquering Turkish and Greek states in Anatolia and the Balkans, reaching Belgrade by 1456. His attempts to take Belgrade failed, although his Empire continued to rule most of Serbia. His ultimate goal was to conquer Rome, solidifying Constantinople’s role as the “New Rome,” and to this end he invaded Italy in 1480; he met with resistance and died before he was able to see his dream realized.
 
   
 
 
   
 
Fatih Sultan Mehmet’s reign was known for its tolerance of religious differences and intellectual vigor; the Sultan himself spoke seven languages and was responsible for the construction of eight universities. He was an avid art collector; developed a particular interested in the Renaissance; forged cultural ties with the West, and maintained a personal library filled with texts on medicine, geography, philosophy, and ancient history. Under his rule, the Ottoman Empire’s civil and criminal laws were codified into a single body of law. The Sultan is widely regarded as a gifted linguist and is credited with introducing the word “politics” into the Arabic language. He was succeeded by his son, Byazid II.

After the Sultan’s death, the Ottoman Empire remained culturally strong, surviving Serbian uprising, Macedonian civil war, and economic stagnation, until it began its slow decline in the 1800s. The Ottoman Empire survived until the First World War, when the Allies partitioned the Empire after the Treaty of Versailles.

Sultan Saladin Biography

Saladin (1137 -1193) ('Salah Ad-din Yusuf Ibn Ayyub) founded the ethnically Kurdish Ayyubid dynasty of Egypt and Syria. He was also a renowned leader in the Crusades for his military prowess against the Crusaders and his honorable mercy to them.

Rise to power
He was born into a Kurdish family at Tikrit on the river Tigris. After an initial military education under the command of the Seljuk statesman and soldier Shirkuh, Saladin defended Egypt against the Crusaders and abolished the Fatimid caliphate in 1171. He took power in Egypt with the title of sultan, though many Seljuks refused to serve under a Kurd. His position was tenuous at first, as no one expected him to last long in Egypt where there had been many changes of government in previous years due to a long line of underage caliphs. As the leader of a foreign army from Syria, he also had no control over the Egyptian army, which was led by the now otherwise powerless caliph.

With his brothers, Saladin turned Egypt essentially into a vassal state of his own family, against the wishes of Nur ad-Din who had sent Shirkuh and Saladin to Egypt in the first place. He also restored Sunnism in Egypt.

Fighting the Crusaders
On two occasions, in 1171 and 1173, Saladin retreated from an invasion of the Kingdom of Jerusalem. These had been launched by Nur ad-Din, and Saladin hoped that the kingdom would remain intact as a buffer state between Egypt and Syria, until Saladin could gain control of Syria as well. Both Nur ad-Din and Saladin were planning a war against each other when Nur ad-Din died in 1174. Saladin then marched on Damascus, and was welcomed into the city. Aleppo and Mosul, on the other hand, the two other largest cities that Nur ad-Din had ruled, were never taken, but Saladin managed to impose his influence and authority on them in 1176 and 1186 respectively. While besieging Aleppo on May 22, 1176 the "Assassins" attempted to murder him.

While Saladin consolidated his power in Syria, he generally left the Crusader kingdom alone, although he was usually victorious when he met the Crusaders in battle. One exception was the Battle of Montgisard in 1177, although he soon recovered and defeated the Crusaders at the Ford of Jacob's Daughters in 1179. However, the Crusaders repeatedly provoked him. Raynald of Chatillon, in particular, harassed Muslim trading and pilgrimage routes, and threatened to attack Mecca with a fleet on the Red Sea. In July of 1187, Saladin invaded the Kingdom of Jerusalem and annihilated the Crusader army at the Battle of Hattin. Saladin captured and executed Raynald; he also captured King Guy. He then recaptured Jerusalem on October 2, 1187, after 88 years of Crusader rule. Soon he had taken back every Crusader city except Tyre.

Hattin and the fall of Jerusalem prompted the Third Crusade. This Crusade took back Acre, and Saladin was defeated by King Richard I of England at the Battle of Arsuf in 1191. Saladin's relationship with Richard was one of mutual respect as well as military rivalry. When Richard was wounded, Saladin even offered the services of his personal physician; at Arsuf, when Richard lost his horse, Saladin sent him two replacements. There were even plans to marry Richard's sister to Saladin's brother. The two came to an agreement over Jerusalem in 1192, whereby it would remain in Muslim hands but would be open to Christian pilgrimages.

Not long after Richard's departure, Saladin died in 1193 at Damascus, where his tomb is now a major tourist attraction.

Recognition
Despite his fierce opposition to the Christian powers, Saladin achieved a great reputation in Europe as a chivalrous knight, so much so that there existed by the 14th century an epic poem about his exploits, and Dante included him among the virtuous pagan souls in Limbo.

The name Salah ad Din means "Light of the Faith", "Righteousness of the Faith" or "Weapon of the Faith", and through the ages Saladin has been an inspiration for Muslims in many respects. A province centered around Tikrit in modern Iraq, Salah ad Din, is named after Saladin.

What is Ramadan? ... the Islamic month of Fasting

Ramadan is the ninth month of the Islamic calendar. It is a time of fasting for the Islamic people. Each day during this month, Muslims all over the world abstain from eating, drinking, smoking, as well as participating in anything that is ill-natured or excessive; from dawn until the sun sets. Fasting is intended to educate the Muslim in spirituality, humility and patience. It is a time to cleanse the soul, focus attention on God, and put into practice selflessness. Ramadan is a time for Muslims to fast for the sake of God and to put forward more prayer than is customary.
Fasting is one of the Five Pillars of the Islam religion, and one of the main types of Islamic worship. Restraint from everyday enjoyment and curbing wicked intentions and cravings are considered as an act of compliance and obedience to God, as well as amends for sins, faults, and mistakes. Ramadan is also called Ramazan. During Ramadan, Muslims request forgiveness for sins in the past, pray for direction and assistance in abstaining from everyday troubles, and endeavor to cleanse themselves through self-control and great acts of faith.
In comparison to the solar calendar, the Ramadan dates differ, moving forward approximately ten days every year due to the fact that it is a moving holiday which is dependent on the moon. Ramadan was the month in which the initial verses of the Qur'an were said to be shown to Muhammad, the Islamic Prophet.
The name "Ramadan" had been the name of the ninth month in Arabian tradition prior to the onset of Islam; the word itself originated from an Arabic root “rmd”, in words like "ramida" or "ar-ramad” which means severe heat, burnt ground as well as shortness of provisions. Individuals say it is named Ramadan because it burns out the sins with good deeds, as the sun scorches the ground. In the Qu'ran, God declares that "fasting has been written down upon you, as it was upon those before you". In accordance with the first hadith, this is in reference to the Jewish custom of fasting on Yom Kippur.
The lunar cycle determines the Islamic calendar, therefore the month of Ramadan, which is the ninth month commences with a mixture of the sighting of the new moon as well as astronomical calculations. The precise time of Ramadan will at times vary from place to place because some depend a great deal on moon sightings, while others rely on science. An Imam which is a Muslim holy man will make known the correct time of Ramadan right before it begins. The fasting phase finishes upon the sighting of the next new moon, which take place after 29 or 30 days.
Ramadan conveys an extraordinary sense of emotional enthusiasm and religious eagerness among Muslims of all ages. Even though fasting is compulsory for adults alone, children as young as eight readily watch fasting with their elders. Children look forward to the thrill of the moon sighting and eating unique meals with their relatives. Adults are grateful for the chance to double their rewards from God and ask for pardon for their past sins. Ramadan highlights Muslim brotherhood and customs and brings about a special feeling of closeness.Thankz ALLAH!

PENURUNAN AL-QURAN (NUZUL AL-QURAN)

PENGENALAN
 
Allah SWT telah menurunkan al-Quran sebagai satu mukjizat yang membuktikan kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. Dan kewujudan Allah SWT dengan segala sifat-sifat kesempurnaannya. Membaca al-Quran serta menghayati Dan mengamalkannya adalah satu ibadat. Ia merupakan satu kitab panduan hidup manusia Dan rujukan utama di samping sunnah Rasulullah. Al-Quran dinukilkan kepada Kita secara mutawatir, pasti Dan qat’i Dan ditulis mashaf yang Hari ini lebih dikenali sebagai mashaf ‘Uthmani. Adalah wajar bagi Kita umat Islam mengkaji sejarah al-Quran Dan perkara yang berkaitan dengannya. Penulisan ini akan mengemukakan satu perbincangan mengenai penurunan al-Quran (Nuzul al-Quran) salah satu aspek daripada pengajian ‘Ulum al-Quran’. Ilmu berkaitan Nuzul akan membicarakan mengenai cara-cara wahyu diturunkan, peringkatnya, tempat-tempat turunnya ayat-ayat al-Quran, masanya, awalnya Dan akhirnya. Berdasarkan ilmu tersebut, Kita dapat mengetahui ayat-ayat Makkiyah Dan Madaniyyah Dan juga mengetahui asbab al-nuzul.
 
PENGERTIAN NUZUL AL-QURAN
 
Daripada segi bahasa, perkataan ‘Nuzul’ bererti menetap di satu tempat atau turun dari tempat yang tinggi. Kata perbuatannya ‘nazala’ (نزل) membawa maksud ‘dia telah turun’ atau ‘dia menjadi tetamu’. Sebenarnya penggunaan istilah Nuzul al-Quran ini secara majaz atau simbolik sahaja yang bermaksud pemberitahuan al-Quran. Tujuannya untuk menunjukkan ketinggian al-Quran.
 
Secara teknikalnya Nuzul al-Quran bererti penurunan al-Quran dari langit kepada Nabi Allah yang terakhir. Perkataan Nuzul dalam pelbagai wajah sama Ada kata nama, kata perbuatan atau lainnya digunakan dalam al-Quran sebanyak lebih kurang 290 kali. Sebagai contoh, “Dia yang telah…..menurunkan hujan.” (al-Baqarah:22), “Dialah….yang menurunkan Taurat Dan Injil.” (Ali Imran:3) Dan banyak lagi ayat-ayat lain.
 
CARA AL-QURAN (WAHYU) DITURUNKAN
 
‘Aishah isteri Rasulullah s.a.w. Meriwayatkan sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul, beliau bermimpi perkara yang benar lalu beliau menyendiri di gua Hira’ beribadah kepada Allah SWT untuk selama beberapa tahun. Di gua berkenaanlah baginda menerima wahyu yang pertama.
 
Harith bin Hisham, seorang sahabat Rasulullah s.a.w. Pernah bertanya kepada Baginda bagaimana Wahyu diturunkan kepadanya. Rasulullah menjawab,”Kadang-kadang wahyu datang kepada-Ku dengan gema (desingan) loceng Dan ini amat berat bagi-Ku, Dan sementara bunyi itu hilang aku mengingati apa yang disampaikan kepada-Ku. Kadang IA datang dalam bentuk jelmaan malaikat kepada-Ku merupai lelaki, bercakap dengan-Ku Dan aku menerima apa saja yang disampaikannya kepada-Ku.”
 
PERINGKAT PENURUNAN AL-QURAN
 
Para ulama menyatakan penurunan al-Quran berlaku dalam dua bentuk iaitu secara sekali Gus, Dan berperingkat. Walau bagaimanapun mereka berselisih pendapat tentang berapa kali berlakunya penurunan al-Quran secara sekali Gus. Terdapat tiga pandangan mengenai hal ini, iaitu penurunan al-Quran dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz; kali kedua, dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-‘Izzah di langit dunia; Dan kali ketiga, Penurunan kepada Jibril a.s. Dalam tempoh 20 malam.
 
Al-Suyuti dalam kitabnya ‘al-Itqan if Ulum al-Quran’ berdasarkan tiga riwayat oleh Ibn ‘Abbas, Hakim Dan al-Nasa’i, hanya membahagikan kepada dua peringkat sahaja iaitu dari al-Lauh Mahfuz ke Bait al-‘Izzah Dan dari Bait al-‘Izzah kepada Rasulullah s.a.w. Melalui Jibril a.s.
 
1. Dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz.
 
Penurunan ini berlaku sekali Gus dengan tujuan untuk membuktikan ketinggian Dan kekuasaan Allah SWT. Para Malaikat menyaksikan bahawa segala perkara yang ditentukan oleh Allah SWT di Luh Mahfuz ini benar-benar berlaku. Pendapat ini disandarkan kepada ayat 21 Dan 22 surah al-Buruj yang berbunyi,
 
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مجيد فِي لَوْحٍ مَحْفُوظ .
 
“(Sebenarnya apa yang engkau sampaikan kepada mereka bukanlah syair atau sihir), bahkan ialah Al-Quran yang tertinggi kemuliaannya; (Lagi yang terpelihara dengan sebaik-baiknya) pada Luh Mahfuz.” (al-Buruj:21-22)
 
2. Dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-’Izzah di langit dunia.
 
Penurunan kali kedua secara sekali Gus dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-’Izzah di langit dunia dipercayai berlaku berpandukan kepada tiga (3) ayat al-Quran sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas;
 
Allah SWT berfirman,
 
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
 
“(Masa yang diwajibkan kamu berpuasa itu ialah) bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia Dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk Dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah. Oleh itu, sesiapa dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadan (atau mengetahuinya), maka hendaklah dia berpuasa bulan itu Dan sesiapa yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah dia berbuka, kemudian wajiblah dia berpuasa) sebanyak Hari yang ditinggalkan itu pada hari-Hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan dan Dia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadan) dan supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat petunjuk-Nya dan supaya kamu bersyukur.” (al-Baqarah:185)
 
Firman Allah SWT,
 
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
 
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran itu pada malam yang berkat; (Kami berbuat demikian) kerana sesungguhnya Kami sentiasa memberi peringatan dan amaran (jangan hamba-hamba Kami ditimpa azab).” (ad-Dukhan:3)
 
Firman Allah SWT,
 
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
 
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar.” (al-Qadr:1)
 
Ibn ‘Abbas juga menyatakan mengikut apa yang diriwayatkan oleh Said b. Jubayr: “Al-Quran diturunkan sekali gus pada malam yang penuh berkat.” Ikrimah pula meriwayatkan ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata: “Al-Quran diasingkan daripada al-Dhikr ‘الذكر’ dan ditempatkan di Bait al-‘Izzah di langit dunia.
 
Ibn Marduwayh dan al-Baihaqi mencatatkan perbualan antara ‘Atiyyah bin al-Aswad dan ‘Abdullah bin ‘Abbas yang mana ‘Atiyyah agak keliru mengenai penurunan ayat-ayat ini, “Pada bulan Ramadhan al-Quran diturunkan”, dan “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar”, ia juga diturunkan pada bulan Syawwal, Dhu al-Qaedah, Dhu al-Hijjah, al-Muharram, Safar dan Rabi’ al-Awwal.” Kemudian Ibn ‘Abbas menjelaskan: “Al-Quran diturunkan pada malam Lailatul-Qadar sekali gus kemudiannya untuk diwahyukan kepada Rasulullah s.a.w. secara beransur-ansur selama beberapa bulan dan hari.”
 
3. Dari Bait al-’Izzah kepada Rasulullah s.a.w. (dalam masa 20 malam).
 
Penurunan di peringkat ini telah berlaku secara beransur-ansur. Al-Quran mula diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. sejak baginda dilantik menjadi Rasulullah s.a.w. dan selesai apabila baginda hampir wafat, iaitu dalam tempoh dua puluh tiga tahun. Tiga belas tahun di Makkah dan sepuluh tahun di Madinah al-Munawwarah.
 
Mengikut pendapat ini, Jibril a.s. diberi Malam Lailatul-Qadar setiap tahun, dari mula turun wahyu hingga ke akhirnya sepanjang tempoh kenabian, sebahagian daripada al-Quran disimpan di Bait al-‘Izzah yang mencukupi baginya untuk disampaikan kepada Rasulullah s.a.w. dalam masa 20 malam. Pandangan ini dipegang kuat oleh al-Mawardi.
 
Kritikan terhadap Pandangan atau Pendapat di atas.
 
Mengenai pendapat pertama mengenai al-Quran diturunkan sekali gus dari Allah SWT ke al-Lauh Mahfuz tidak disokong oleh bukti yang jelas dan kukuh. Ayat dalam surah al-Buruj yang digunakan sebagai hujah tidak menunjukkan secara tersurat atau tersirat mengenai penurunan sekali gus. Para ulama hanya membuat tafsiran pada ayat ini. Maksud ayat ini menceritakan tentang al-Quran dipelihara daripada sebarang pencemaran. Ayat ini ditujukan kepada musuh-musuh Islam yang cuba menambah, mengurang atau mengubah ayat al-Quran tidak akan dapat berbuat demikian kerana ia akan tetap tulen dan selamat. Tafsiran ini disokong oleh para mufassir seperti Tabari, Baghawi, Razi dan Ibn Kathir.
 
Pendapat kedua tentang penurunan sekali gus ke Bait al-‘Izzah berpandukan kepada ayat 2, surah al-Baqarah dan ayat 1, surah al-Qadr tidak menyatakan secara jelas mengenai al-Quran diturunkan sekali gus pada malam yang penuh berkat tersebut. Kenyataan al-Quran ini merujuk kepada masa ia diturunkan dan tidak mengenai bagaimana atau cara ia diturunkan. Ulama tabiin yang terkenal ‘Amir al-Sha’abi mengatakan: “Sudah pasti penurunan al-Quran berlaku pada Malam Lailatul-Qadr pada bulan Ramadhan, dan terus turun dalam masa 23 tahun. Tidak ada Nuzul lain melainkan yang diturunkan kepada Rasulullah s.a.w.”
 
Jumhur bersetuju yang ayat 1-5 daripada surah al-‘Alaq diturunkan di akhir Ramadhan 13 tahun sebelum Hijrah. Ketiga-tiga ayat yang dijadikan hujah di atas, tidak dinafikan, merujuk kepada ayat 1-15 surah al-‘Alaq. Cuma para ulama mentafsirkan ayat 185 surah al-Baqarah sebagai ‘keseluruhan al-Quran’. Para ulama, fuqaha, ahli hadith dan ahli tafsir semuanya bersetuju perkataan al-Quran merujuk kepada sebuah al-Quran atau sebahagian daripadanya. Malah ia dinyatakan dalam surah al-A’raf, ayat 204, Allah SWT berfirman,
 
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
 
“Dan apabila Al-Quran itu dibacakan, maka dengarlah akan dia serta diamlah (dengan sebulat-bulat ingatan untuk mendengarnya), supaya kamu beroleh rahmat.”
 
Mengenai riwayat Ibn ‘Abbas, ia merupakan pandangan beliau dan tidak ada dikaitkan dengan sebarang ucapan Rasulullah s.a.w. sebagai satu sumber menyokong pendapatnya. Suatu persoalan timbul mengapa perkara sepenting ini hanya disebut oleh Ibn ‘Abbas sedangkan di kalangan sahabat yang diiktiraf sebagai pakar al-Quran seperti ‘Abdullah Mas’ud, Ubayy bin Ka’ab, Zaid bin Thabit dan Mu’az bin Jabal tidak membicarakan perkara Nuzul al-Quran yang diturun sekali gus ke Bait al-‘Izzah.
 
Al-Zarqani berpendapat tidak wajar untuk mempersoalkan atau tidak mempercayai Ibn ‘Abbas kerana beliau dikenali sebagai orang yang tidak ada kaitan dengan cerita-cerita israiliyat serta pendiriannya sebagai ‘sahabat’, oleh itu beliau tergolong di bawah ‘Hukm al-Marfu’ iaitu perkara yang ada hubungan dengan Rasulullah s.a.w.
 
Sebahagian ulama berpendapat penurunan al-Quran hanya sekali sahaja iaitu daripada Allah SWT terus kepada Rasulullah melalui Jibril secara berperingkat dan bukannya tiga kali dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz, ke Bait al-‘Izzah dan kepada Rasulullah. Penulisan ini tidak akan terbabit dalam perbahasan ulama mengenai jumlah penurunan dan juga mengenai riwayat Ibn ‘Abbas bersandarkan kepada Rasulullah atau tidak. Penulis hanya menyampaikan adanya perbezaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah Nuzul.

Oleh: Abuyusoef Hashim Othman al-Maranji