Pengikut

Selasa, 18 Disember 2012

Taujihad dari Izzuddin Al-Qassam Brigade . .

Taujihad dari Izzuddin Al-Qassam Brigade . .


–OLEH: Ibnu Ahmad copyright
Kekuatan terbesar brigade ini adalah keyakinannya akan kemenangan, akidah yang lurus, moralitas yang tinggi, dan militansi yang tangguh. Sebuah brigade yang membuat serdadu Zionis, dengan segala peralatannyan yang super canggih, bertekuk lutut!

Dalam perjuangan menegakkan diinullah, tak hanya diperlukan kekuatan fisik yang tangguh, tetapi juga sikap mental, akhlak dan akidah yang lurus, yang bersih dari segala kepentingan duniawi. Perjuangan menegakkan kebenaran harus dimulai dengan perjuangan melawan hawa nafsu dari belenggu syahwat dunia. Itulah yang diterapkan oleh Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas dalam merekrut para anggota yang siap menjemput syahid kapan saja. Mereka tak hanya mempunyai mental baja, tapi juga keimanan yang kokoh dan kepribadian yang mulia.
Seperti halnya Hamas dan gerakan intifadhahnya yang lahir dari “revolusi masjid” (tsauratul masjid), Brigade Al-Qassam juga lahir dan terbentuk dari tempat yang sama. Para anggota brigade ini adalah orang-orang pilihan, yang direkrut dari para pemuda masjid yang bertebaran di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Bagi Brigade al-Qassam, para pemuda masjid yang rajin melaksanakan shalat subuh berjamaah, jauh dari perbuatan tercela, dan siap dibentuk menjadi syuhada, adalah amunisi paling dahsyat dalam melawan penjajah Zionis.
Karena itu, para anggota al-Qassam menerapkan disiplin organisasi yang ketat, terutama dalam amalan ibadah harian mereka, termasuk amalan-amalan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Kebanyakan anggota dari brigade ini adalah para hafidz (penghapal al-Qur’an) dan orang-orang terdidik. Mereka juga dituntut untuk menghapal minimal hadits-hadits dalam Arba’in an-Nawawi, kitab yang memuat hadits-hadits pilihan. Mereka tak hanya siap secara fisik, tapi juga matang secara ruhani. Mereka menerapkan pola hidup quwwatul jasad, wa quwwatul aqidah, kuat secara fisik, dan kuat secara akidah.
Sebagai organisasi yang lahir dari para aktivis al-Ikhwan al-Muslimun—sebuah organisasi yang didirikan di Mesir oleh Syekh Hassan al-Banna pada 1928, brigade ini juga menerapkan pola serupa dalam mengadakan pelatihan dan pengkaderan. Lima prinsip yang dipegang oleh al-Ikhwan al-Muslimun, yaitu: Allah tujuan kami, Rasulullah teladan kami, al-Qur’an undang-undang kami, jihad jalan kami, dan mati syahid adalah cita-cita tertinggi kami,  juga menjadi prinsip perjuangan brigade ini.
Dalam perang Arab-Yahudi, Januari 1948, beberapa bulan setelah Majelis Umum PBB, di bawah campur tangan kuat lobi-lobi Zionis di Amerika, pada 29 November 1947 membagi wilayah Palestina berdasarkan kesatuan ekonomi. Dalam pembagian wilayah ini, bangsa Yahudi menempati beberapa wilayah tanah Palestina, yaitu: Yaffa, Galilea Timur sampai Lembag Esdraelon, daerah pantai dari Haifa hingga Selatan Yaffa, dan sebagian besar Negeb. Dengan pembagian ini, bangsa Yahudi menguasai 2/3 wilayah Palestina. Sedangkan sisanya, di bagian tengah dan timur Palestina diserahkan ke bangsa Arab. Sementara Yerusalem dan Betlehem di bawah pengawasan pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada PBB.
Pembagian wilayah ini membuat bangsa Arab marah, sehingga mereka mengirimkan tentaranya untuk menolak pembagian wilayah yang dilakukan oleh Majelis Umum PBB. Apalagi, pembagian wilayah itu jelas-jelas, tak lebih dari upaya pencaplokan Zionis terhadap tanah Palestina. Dalam perang yang dimulai pada bulan Januari 1948 itu, tentara Arab berhasil membumihanguskan perkampungan-perkampungan Yahudi. Selama satu bulan perang berlangsung, 2.500 orang Yahudi tewas.
Kemarahan bangsa Arab semakin menjadi-jadi ketika British Mandate yang menguasai wilayah Palestina, mengakhiri penguasaannya pada 14 Mei 1948. Di saat yang sama, Dewan Nasional Yahudi di Tel Aviv, mendeklarasikan berdirinya negara Yahudi. Negara-negara Arab, seperti Suriah, Libanon, Trans-Jordania, Iran, dan Mesir, memasuki wilayah-wilayah Palestina. Sementara itu, pasukan Yahudi juga dibeking oleh sukarelawan dari Amerika dan Eropa Barat. Karena kekuatan tak seimbang, Yahudi berhasil memenangkan peperangan.
Pada perang 1948 itu, Syekh Hassan al-Banna pimpinan tertinggi al-Ikhwan al-Muslimun mengirimkan sukarelawan non-militer untuk membantu tentara pasukan khusus Arab. Pengaruh al-Ikhwan al-Muslimun inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Hamas. Pola-pola pengaderan, manhaj pergerakan, dan sistem berorganisasi Hamas juga banyak mengambil dari pola perjuangan dan sistem yang dibangun oleh kelompok Ikhwan di Mesir.
Di antaranya adalah pembentukan Nizham al-Khas (Biro Khusus) yang dibentuk untuk mengader para anggota dalam brigade ini. Biro ini bertugas memberikan pelatihan yang bersifat rahasia, sistem sel, dan antara sesama anggota tidak saling mengenal, kecuali oleh mereka yang satu liqa’ (group) dengannya, yang terdiri dari masing-masing sepuluh orang. Sel tertutup inilah yang menyulitkan tentara Zionis untuk memburu brigade al-Qassam.
Selain integritas moral yang tangguh, para anggota dalam brigade ini juga dilatih secara fisik untuk bisa memegang senjata, menjadi sniper, mahir dalam strategi dan taktik perang gerilya, dan membuat bahan peledak. Untuk operasi intelijen, mereka juga belajar soal telik sandi, infiltrasi, desepsi, dan pemetaan. Sebagian besar anggota brigade ini adalah para pemuda terpelajar, al-muhandisuun (para insinyur), sehingga tidak terlalu sulit untuk mempelajari pembuatan bom dan ilmu-ilmu perang modern. Dan kekuatan terbesar brigade ini adalah keyakinannya akan kemenangan!
Sebutan Brigade Izzuddin al-Qassam diambil dari nama seorang pionir mujahid, Izzuddin al-Qassam, yang syahid sebagai martir di Jenin, Palestina, pada 20 November 1935. Nama lengkapnya Izzuddin ibn Abdul Qadar ibn Mustafa ibn Yusuf ibn Muhammad al-Qassam. Ia dilahirkan di Kota Jablah, Syiria, pada 20 November 1882. Al-Qassam adalah seorang dai dan guru. Ia menamatkan pendidikan sarjananya di Universitas Al-Azhar, Mesir. Selain sebagaiseorang dai, al-Qassam adalah seorang ulama mujahid. Saat erancis datang menjajah Syiria dan Libanon pada era tahun 1920-an, ia tampil sebagai mujahid yang menggerakkan semangat jihad untuk membebaskan dua negeri Muslim tersebut. Kemudian, saat Inggris menjanjikan kepada bangsa Yahudi sebuah tanah di Palestina untuk dijadikan negara tempat mereka tinggal, al-Qassam turun berjihad melawan penjajahan tersebut. Sebagai wadah perjuangan, al-Qassam mendirikan sebuah organisasi yang disebut oleh negara penjajah dengan nama organisasi Black Hand. Organisasi yang mengampanyekan perlawanan terhadap British dan Zionis.
Secara bahasa, Izzu berarti harga diri, kebanggan. Sedangkan ad-dien adalah al-Islam. Dan al-Qassam adalah orang yang mengikat sumpah. Izzuddin al-Qassam bisa diartikan sebagai orang yang bersumpah untuk menjaga kemulian Islam. Izzuddin al-Qassam ini  oleh Syekh Ahmad Yassin, Dr Ibrahim al-Muqadama, Syekh Shalah Syahadah, dan para pionir Hamas lainnya dipilih sebagai nama sayap militer mereka, dengan harapan brigade ini bisa terus bertekad untuk membela Islam dan kaum Muslimin di tanah Palestina.
Sebelumnya, pada tahun 1986, Syekh Shalah Syahadah, membentuk sebuah organisasi  perlawanan bernama Al-Mujahiduun al-Filistiniun (Mujahidin Palestina). Organisisasi ini dibentuk oleh Syekh Syahadah setelah ia bertemu dengan Syekh Ahmad Yassin pada 1986, usai keluar dari penjara. Saat itu, ia berbincang dengan Syekh Yassin untuk membentuk sebuah organisasi perlawanan dengan tujuan membebaskan tanah Palestina dari cengkeraman Zionis. Kemudian disepakatilah sebuah Al-Mujaahidun al-Filistiniun sebagai nama dari organisasi itu.
Andai ini adalah aku..............??????
Syekh Syahadah dilahirkan di Kota Gaza pada 24 Februari 1935, tahun dimana Syekh Izzuddin al-Qassam wafat dibunuh Zionis. Dengan sistem jaringan dan sel tertutup, kelompok Mujahidin Palestina yang dibentuk Syekh Syahadah menargetkan para serdadu penjajah Zionis di setiap jengkal tanah Palestina. Jaringan ini beroperasi hingga tahun 1989, dan sukses melakukan operasi rahasia dengan menculik dua serdadu Zionis, Ilan Sadoon dan Avi Sasbortas. Selain Mujahidin Palestina, saat itu dibentuk juga Brigade Abdullah Azzam dan Brigade Majd, yang beroperasi dengan tujuan yang sama.
Syekh Shalah Syahadah sendiri gugur sebagai syuhada pada 22 Juli 2002. Pasukan Israel Defense Forces (IDF) menghujani tempat tinggalnya di Gaza City dengan satu ton bom yang dimuntahkan dari pesawat temput F-16 milik Israel. Syekh Syahadah wafat bersama anak-anak dan istrinya. Kematian Syekh Syahadah disebut oleh Perdana Menteri Israel saat itu, Ariel Sharon, sebagai, ”satu dari sebuah kesuksesan besar yang diraih oleh Zionis.” Maklum, sebelumnya Israel menuduh Syekh Syahadah termasuk di antara tokoh yang terlibat dalam memproduksi roket al-Qassam dan persenjataan Hamas lainnya.
Nama Mujahidin Palestina yang digagas Syekh Syahadah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya  Brigade Izzuddin al-Qassam pada tahun 1991, dua tahun sebelum Kesepakatan Oslo, 1993, meskipun brigade ini secara tidak resmi sudah turut andil di tengah-tengah intifadhah pertama pada kurun waktu 1987-1994. Secara resmi, Al-Qassam diperkenalkan sebagai sayap militer Hamas. Secara resmi pula brigade ini mendeklarasikan tujuannya sebagai organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan dan hak-hak bangsa Palestina di bawah naungan Islam, sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah, serta tradisi para ulama salaf dengan segala dedikasinya bagi tegaknya Islam.
Untuk mewujudkan tujuan itu, Brigade al-Qassam merumuskan setidaknya tiga langkah perjuangan, yaitu menumbuhkan semangat jihad kepada kaum Muslimin di Palestina dan dunia Arab, mempertahankan setiap jengkal tanah kaum Muslimin Palestina dari pendudukan dan agresi Zionis, dan membebaskan tanah Palestina. Brigade ini, kerap melakukan aksinya dengan penutup wajah berwarna hitam dan ikat kepala hijau bertuliskan Kataaib al-Qassam  (Brigade al-Qassam) dan kalimat tauhid. Topeng wajah ini digunakan semata-mata untuk menghindari incaran intelijen Zionis dan Tentara Pertahanan Israel (IDF).
Tak ada data yang pasti tentang berapa jumlah anggota brigade ini, meskipun intelijen Israel menduga ada sekitar 40.000 orang yang tergabung dalam sayap militer Hamas ini. Yang jelas, hampir setiap perempuan yang ada di Palestina berharap lahir dari rahim mereka para al-Qassam, para generasi yang bertekad untuk bersumpah setia melakukan perlawanan demi tegaknya dinullah dan membebaskan setiap inchi tanah al-Quds dari cengkeraman Zionis Yahudi.  Para orangtua di Palestina berharap anak-anaknya kelak bisa menjemput syahid, menjadi pejuang dalam barisan brigade ini.
Sebagai organisasi perlawanan yang lahir dan terbentuk dari bawah, Brigade al-Qassam tak memiliki persenjataan yang canggih. Mereka bergerak melakukan perlawanan dengan mengggunakan senjata-senjata dan roket rakitan, yang dengan izin Allah SWT mampu menebarkan teror terhadap kaum Zionis. Sejak didirikan, para insinyur dalam brigade ini mampu membuat roket yang bisa menempuh jarak 840 km. Mereka membuat roket dengan nama-nama pemimpin mereka, seperti Roket al-Banna, Roket Yassin, Roket Batar, dan Roket al-Qassam. Intelijen Israel menyebut dalam kurun waktu terakhir, brigade ini dilatih menggunakan peralatan canggih, seperi senjata anti-tank, misil anti pesawat tempur, dan lain-lain.
Roket-roket yang kerap ditembakkan ke selatan wilayah Israel inilah yang dijadikan alasan Israel untuk melakukan agresi biadabnya ke jantung pertahanan dan otoritas Palestina di Jalur Gaza. Dibanding jet-jet tempur super canggih, tank-tank lapis baja, dan bom yang mengandung zat kimia white phosphorous (pospor putih), yang digunakan Israel, roket-roket rakitan  Brigade al-Qassam tak mampu membuat kota-kota di tanah jajahan itu hancur lebur. Roket-roket brigade ini setidaknya ingin mengabarkan, bahwa dengan senjata seadanya, mereka mampu membuat Israel kalang kabut dicekam kematian.
Sejak Brigade al-Qassam secara terbuka memainkan perannya sebagai organisasi bersenjata, ribuan anggotanya sudah banyak yang menjadi syuhada dan dipenjara. Puncaknya, saat intifadhah kedua meletus pada 2000, banyak anggota al-Qassam yang gugur, di antaranya Syekh Shalah Syahadah (syahid pada 2002) dan Adnan Al-Ghoul.
Pada September 2005, brigade merilis nama-nama komandan dan fungsionaris organisasi ini, yaitu Mohammad Deif (Komandan Umum), Ahmad Jabari dan Marwan Isa (Asisten Mohammad Deif), Raid Said (Komandan di Gaza City), Ahmad al-Ghandur (Komandan di Utara Gaza dan Kamp Pengungsi Jabaliya), Muhammad abu Shamala (Komandan di Selatan Gaza), dan  Muhammad al-Sanwar (Komandan di Khan Yunis).
Sebagai kelompok perjuangan Islam yang sangat militan dan fundamental, Brigade al-Qassam dimasukkan dalam daftar organisasi teroris oleh negara-negara kafir seperti Amerika Serikat, Israel, Inggris, Australia, dan Uni Eropa. Posisi inilah yang kerap menyudutkan Hamas, sebagai organisasi yang mengedepankan aksi kekerasan dan menjadikan warga sipil sebagai tameng perjuangan. Suatu propaganda dusta yang kerap dihembuskan media-media yang berada di bawah kontrol Zionis Yahudi.
Selain bertempur dalam perang terbuka, Brigade al-Qassam juga melakukan taktik perjuangan dengan melakukan bom syahid (isytishadiah) ke jantung-jantung pusat pemerintahan Israel. Mereka yang siap melakukan bom syahid adalah anak-anak muda yang mendambakan syahid sebagai cita-cita tertinggi dalam hidupnya. Untuk sebuah operasi isytishadiah, calon martir harus meluruskan niat dan membersihkan hati dari segala kepentingan duniawi. Mereka juga harus menargetkan sasaran setepat mungkin, terutama tempat-tempat yang menjadi basis Zionis. Untuk sebuah operasi bom syahid, seperti dituturkan oleh Syekh Shalah Syahadah, setidaknya membutuhkan dana 3500 US dollar sampai dengan 50.000 US dollar. (Wawancara Syekh Shalah Syahadah, www.al-qassam.ps).
Apa yang menjadi terget al-Qassam? Benarkah mereka menargetkan rakyat sipil Israel? ”Kami tidak pernah menargetkan sekolah dan memerintahkan untuk membunuh anak-anak. Kami tidak pernah menargetkan rumah sakit, meskipun itu sangat mudah bagi kami. Kami tidak memerangi Yahudi karena semata-mata mereka Yahudi. Kami memerangi mereka karena mereka menjajah kami. Kami tidak memerangi mereka semata-mata karena keyakinan mereka. Kami memerangi mereka karena mereka merampas tanah kami,” tegas Syekh Shalah Syahadah.
Al-Arabi Center for Research and Studies, sebuah lembaga survei yang pernah melakuan penelitian tentang target penyerangan terhadap obyek sasaran yang sudah diraih oleh Brigade al-Qassam dan faksi jihad lainnya di Palestina menyebutkan, 47 persen dari musuh (zionis) yang menjadi target sasaran tewas, sedangkan 44,5 persen dari mereka yang menjadi target mampu dilumpuhkan atau terluka. Sedangkan faksi perlawanan lain yang juga mempunyai visi pembebasan Palestina hanya mampu meraih 20,1 persen target yang tewas dan 21,8 persen yang terluka. Angka ini menunjukan bahwa perlawanan al-Qassam lebih sengit ketimbang faksi jihad lainnya.
Hamas dan Brigade al-Qassammnya, tak hanya mengandalkan kekuatan senjata, tetapi juga keyakinanan akan sebuah kemenangan. Karenanya, bagi al-Qassam, statistik soal kekuatan pasukan Zionis bagi mereka sama sekali tak berarti. Di medan tempur, al-Qassam percaya, keyakinan dan mental juang mereka akan mengalahkan kekuatan sehebat apapun yang dimiliki serdadu Zionis penjajah! Brigade ini bertekad menghancurkan seluruh pasukan Zionis di tanah jajahan, seperti halnya Jaysu Muhammad, tentara Muhammad saw, meluluhlantakkan dan menghinakan kekuatan Yahudi di Khaibar. Khaibar, Khaibar ya Yahud! Jaysu Muhammad saufa ya’ud!

Ahad, 16 Disember 2012

Islamic Architecture

Seni bina Islam (bahasa Arab عمارة إسلامية, bahasa Parsi معماری اسلامی, bahasa Turki İslami mimari) telah ditonjolkan pada sepanjang sejarah Islam. Istilah ini merangkumi gaya seni bina keagamaan sebagai mana juga bangunan-bangunan sekular, dan bersejarah dan juga penyataan moden, pada pembinaan struktur yang telah datang di bawah berbagai taraf pengaruh oleh kebudayaan Islam.
Prinsip jenis-jenis gaya seni bina Islam adalah; Masjid, Kubur, Istana dan Kota. Dari empat jenis ini, gaya seni bina Islam dikembangkan dan digunakan untuk bangunan-bangunan yang kurang penting seperti tempat mandi awam, air pancut dan gaya seni bina tempatan [1].

1)Sejarah

Pada tahun 630 M, tentera Islam menakluk kembali bandar Mekah dari kaum Quraisy. Perlindungan suci Kaabah telah dibina balik dan didedikasikan semula pada Islam, pembinaan semula ini telah dijalankan sebelum kewafatan Nabi Muhammad pada tahun 632 M oleh seorang tukang kayu kapal Habsyah dalam gaya aslinya. Tempat suci ini dapat digunakan sebagai contoh yang paling awal gaya seni bina Islam walaupun tidak sama seperti gaya seni bina Islam hari ini. Dinding Kaabah dihiasi dengan lukisan Nabi Isa, Siti Maryam, Nabi Ibrahim, nabi-nabi lain, malaikat dan pokok-pokok. Doktrin Islam kemudiannya, bermula dari abad kelapan dengan bersumberkan Hadith, melarangkan penggunaan ikon dalam gaya seni bina, terutamanya ikon manusia dan haiwan [1].
Pada abad ke-7, tentera Muslim memasuki and menakluki wilayah yang luas. Setelah kaum Muslim telah mengambil kuasa suatu daerah, keperluan pertama mereka adalah tempat beribadah - sebuah masjid. Susun atur sederhana merupakan unsur-unsur yang digabungkan dalam semua masjid, penganut Muslim awal membina bangunan sederhana berasaskan rumah Nabi atau mengadaptasikan bangunan-bangunan sedia ada, seperti gereja, untuk kegunaan mereka.

2)Pengaruh dan gaya

Qubbat As-Sakhrah adalah contoh utama gaya seni bina Islam

Gaya seni bina Islam yang dapat dikenali kini berkembang tidak lama selepas kewafatan Nabi Muhammad s.a.w., yang dikembangkan dari model Rom, Mesir, Parsi/Sassanid dan Byzantine. Contoh awal boleh dikenal pasti dengan siapnya Kubah Batu (Qubbat al-Sakhrah) di Baitulmuqaddis. Ia mempunyai ruang kekubah dalaman, kubah bulat, dan penggunaan pola hiasan diolah dalam gaya berulang (arabesque).
Masjid Agung Samarra di Iraq yang dsiap pada tahun 847 M, menggabungkan gaya seni bina hypostyle pada deretan tiang yang menyokong sebuah dasar datar yang di atasnya sebuah menara berpilin besar dibina.
Hagia Sophia di Istanbul juga telah mempengaruhi gaya seni bina Islam. Ketika tentera Turki Uthmaniyyah menawan bandar itu dari Byzantine, mereka menukarkan gereja itu kepada sebuah Masjid (sekarang sebuah muzium) dan memasukkan unsur seni bina Byzantine ke dalam karya mereka sendiri (contohnya kubah). Hagia Sophia juga telah berkhidmat sebagai model untuk beberapa buah Masjid Turki Uthmaniyyah seperti Masjid Shehzade, Masjid Suleiman dan Masjid Rüstem Pasha.


.

Rabu, 12 Disember 2012

what a different about AVERROES and IBNU RUSH???


the answer is. 

Ibnu Rushd atau nama lengkapnya Abu Walid Muhammad Ibnu Ahmad (lahir 1126 dan meninggal dunia 1198) adalah ahli falsafah, perubatan, matematik, teologi, ahli fikah mazhab Maliki, astronomi, geografi dan sains.
Dilahirkan di Sepanyol dan meninggal dunia di Maghribi, beliau adalah ahli falsafah yang paling agung pernah dilahirkan dalam sejarah Islam. Pengaruhnya bukan sahaja berkembang luas didunia Islam, tetapi juga di kalangan masyarakat di Eropah. Di Barat, beliau dikenal sebagai Averroes dan bapa kepada fahaman sekularisme.

Biografi

Ibnu Rushd lahir dalam keluarga yang berilmu dan ternama. Bapanya dan datuknya merupakan kadi di Cordova (sekarang Sepanyol). Beliau telah dihantar untuk berguru dengan Ibnu Zuhr yang kemudiannya menjadi rakan karibnya.
Ibnu Rushd mempelajari ilmu fiqh dan perubatan daripada rakannya yang juga merupakan tokoh perubatan yang terkenal di Sepanyol, Ibnu Zuhr yang pernah bertugas di sebagai doktor istana di Andalusia.
Sebelum meninggal dunia, beliau telah menghasilkan bukunya yang terkenal Al Taysir. Buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Inggeris dengan judul Faclititation of Treatment.
Selain menjalin perhubungan yang akrab dengan Ibnu Zuhr, Ibnu Rushd juga mempunyai hubungan yang baik dengan kerajaan Islam Muwahidin. Hubungan ini telah membolehkan Ibnu Rusyd dilantik sebagai hakim di Sevilla pada tahun 1169. Dua tahun kemudian, beliau dilantik menjadi hakim di Cordova.
Selepas beberapa waktu menjadi hakim, beliau dilantik sebagai doktor istana pada tahun 1182 berikutan persaraan Ibn Tufail. Ramai yang berasa cemburu dan dengki dengan kedudukan Ibnu Rusyd. Kerana desakan dan tekanan pihak tertentu yang menganggapnya sebagai mulhid, beliau dibuang ke daerah Alaisano.
Setelah selesai menjalani tempoh pembuangannya, beliau pulang semula Cordova. Kehadirannya di Cordova bukan sahaja tidak diterima, tetapi beliau telah disisihkan oleh orang ramai serta menerima pelbagai penghinaan daripada masyarakatnya.
Pada lewat penghujung usianya, kedudukan Ibnu Rusyd dipulihkan semula apabila Khalifah Al-Mansor Al-Muwahhidi menyedari kesilapan yang dilakukannya. Namun, segala kurniaan dan penghormatan yang diberikan kepadanya tidak sempat dikecapi kerana beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1198.

Sumbangan


Kematiannya merupakan kehilangan yang cukup besar kepada kerajaan dan umat Islam di Sepanyol. Beliau tidak meninggalkan sebarang harta benda melainkan ilmu dan tulisan dalam pelbagai bidang seperti falsafah, perubatan, ilmu kalam, falak, fiqh, muzik, kaji bintang, tatabahasa, dan nahu.

Falsafah dan ilmu logik

Ibnu Rushd terkenal untuk terjemahan hasil kerja Aristotle yang dilupai barat. Melalui terjemahan dari bahasa latin oleh Ibnu Rushd pada awal abad ke-12, pengetahuan yang ditinggalkan oleh Aristotel mula diketahui ramai di barat.
Averroes closeup.jpg
Hujah Ibnu Rushd dalam The Decisive Treatise menjustifikasi pembebasan sains dan falsafah dari aliran rasmi mazhab Ash'ari. Ini menyebabkan sebahagian sarjana menganggap Ibnu Rushd sebagai bapa kepada fahaman sekularisme di Eropah barat.
Ibnu Rushd menterjemah dan memberi komen hasil kerja Aristotle selama hampir tiga dekad. Beliau banyak mempengaruhi falsafah dunia Islam. Dalam hasil kerjanya Fasl al-Maqal (The Decisive Treatise), beliau menekankan pentingkan berfikir secara analitikal untuk menterjemah Quran dan ini bertentangan dengan pandangan konservatif ulama' Islam di mana penekanan pentafsiran Quran diletakkan kepada sumber seperti hadith.
Pembicaraan falsafah Ibnu Rushd banyak tertumpu pada persoalan yang berkaitan dengan metafizik, terutamanya ketuhanan. Beliau telah mengemukakan idea yang bernas lagi jelas, dan melakukan pembaharuan semasa membuat huraianya mengenai perkara tersebut.
Hasil pemikiran yang dimuatkan dalam tulisannya, terutamanya dalam bidang falsafah, telah mempengaruhi ahli falsafah Barat. Dua orang ahli falsafah Eropah, iaitu Voltaire dan Rousseau dikatakan bukan sekadar terpengaruh oleh falsafah Ibnu Rusyd, tetapi memperolehi ilham daripada pembacaan karyanya.
Pemikiran Voltaire dan Rousseau telah mencetuskan era Renaissance di Perancis sehingga merobah wajah Eropah keseluruhannya sebagaimana yang ada pada hari ini. Masyarakat Barat sebenarnya terhutang budi kepada Ibnu Rusyd kerana pemikirannya, sama ada secara langsung ataupun tidak langsung, telah mencetuskan revolusi di benua Eropah.

Perubatan

Karya besar lain yang pernah dihasilkan oleh Ibnu Rushd adalah "Kulliyah fit-Thibb" yang mengandungi 16 jilid, mengenai perubatan secara umum. Buku "Kulliyah fit-Thibb" telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1255 oleh Bonacosa, orang Yahudi dari Padua. Buku itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul General Rules of Medicine.
Hospital Les Quinze-Vingt yang juga merupakan hopital pertama di Paris didirikan oleh Raja Louis IX berdasarkan model hospital Sultan Nuruddin di Damsyik yang kaedah perubatannya merupakan hasil daripada idea dan pemikiran Ibnu Rushd.
Kehebatannya dalam bidang perubatan tidak berlegar di sekitar perubatan umum, tetapi juga merangkum pembedahan dan fungsi organ di dalam tubuh manusia. Ibnu Rushd memberi penekanan tentang kepentingan menjaga kesihatan. Beberapa pandangan yang dikemukakan dalam bidang perubatan juga didapati mendahului zamannya. Beliau pernah menyatakan bahawa demam campak hanya akan dialami oleh setiap orang sekali sahaja.

Kemasyarakatan

Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh Ibnu Rushd turut menjangkau bidang yang berkaitan dengan kemasyarakatan apabila beliau cuba membuat pembahagian masyarakat itu kepada dua golongan iaitu golongan elit yang terdiri daripada ahli falsafah dan masyarakat awam.
Pembahagian strata sosial ini merupakan asas pengenalan pembahagian masyarakat berdasarkan kelas seperti yang dilakukan oleh ahli falsafah terkemudian, seperti Karl Max dan mereka yang sealiran dengannya.

Sarjana serba boleh

Karya-karya lain Ibnu RushdMabadil termasuk Pengantar Ilmu Falsafah, Tafsir Urjuza yang membicarakan perubatan dan tauhid, Taslul, buku mengenai ilmu kalam, Kasyful Adillah, yang mengungkap persoalan falsafah dan agama, Tahafatul Tahafut, ulasannya terhadap buku Imam Al-Ghazali yang berjudul Tahafatul Falaisafah, dan Muwafaqatil Hikmah Wal Syari'a yang menyentuh persamaan antara falsafah dengan agama.
Beliau juga telah menulis sebuah buku muzik yang diberi judul "De Anima Aristoteles" (Commentary on the Aristotle's De Animo). Hasil karyanya ini membuktikan betapa Ibnu Rushd begitu terpengaru dan tertarik oleh ilmu logik yang dikemukakan oleh ahli falsafah Yunani, Aristotle.
Apabila melihat keterampilan Ibnu Rusyd dalam pelbagai bidang ini, maka tidak syak lagi beliau merupakan tokoh ilmuwan Islam yang tiada tolok bandingannya. Malahan dalam banyak perkara, pemikiran Ibnu Rusyd jauh lebih besar dan berpengaruh jika dibandingkan dengan ahli falsafah yang pernah hidup sebelum zamannya ataupun selepas kematiannya.

Terima kasih kerana membaca artikel ini. . .
this is a same our HISTORY and ISLAMIC CIVILIZATION^_^

Isnin, 10 Disember 2012

PALAPES bukan BEBANAN tetapi CABARAN masa hadapan!!


Pasukan Latihan Pegawai Simpanan atau juga dikenali dengan singkatan PALAPES yang dulunya dikenali sebagai ROTU (Reserve Officer Training Unit) adalah satu program kerjasama di antara Kementerian Pertahanan Malaysia dengan Kementerian Pendidikan Malaysia (kini Kementerian Pengajian Tinggi) untuk mahasiswa-mahasiswi di Institutsi Pengajian Tinggi Awam (IPTA).
Selain untuk melahirkan pegawai simpanan bagi memenuhi keperluan Angkatan Tentera Malaysia, program PALAPES juga menyokong usaha kerajaan dan IPTA untuk membentuk kualiti seorang warganegara yang sempurna, berdisiplin dan mempunyai ciri-ciri mempertahankan kepentingan negara. Seorang pegawai kadet akan dilatih dalam tempoh 3 tahun secara sambilan; di mana latihan biasa yang meliputi subjek-subjek berkaitan ketenteraan akan diadakan pada setiap hujung minggu. Selain daripada itu, latihan lanjutan dan latihan intensif juga akan diadakan setahun sekali secara sepenuh masa selama 3 minggu. Program PALAPES kini merangkumi setiap cabang perkhidmatan dalam ATM iaitu PALAPES Tentera Darat, Tentera Laut dan Tentera Udara. Setiap pasukan PALAPES mempunyai Markas Latihan cawangan masing-masing. Pada masa kini, PALAPES telah ditubuhkan di 12 buah IPTA.



Sejarah awal PALAPES bermula dengan penubuhan penubuhan Batalion Pertama Infantri Askar Wataniah Cawangan Universiti Malaya pada 3 April 1965. Di awal penubuhannya, seramai 30 orang pelajar dari pelbagai fakulti telah menjalani kursus Asas Rekrut di Kem Latihan Seputih, Batu Gajah, Perak, sewaktu cuti semester. Peristiwa 13 Mei menyaksikan kompeni ini dikembangkan ke IPTA lain dengan penubuhan Kompeni A di ITM, Kompeni B di UPM dan Kompeni C di UKM dengan UM menjadi markas Batalionnya. Berikutan sambutan yang menggalakan daripada para mahasiswa, Pengarah Askar Wataniah Brigadier Jeneral Dato’ Abdul As Ismail telah mengambil inisiatif berbincang dengan naib-naib Canselor Universiti dan pengarah ITM pada masa itu ketika itu untuk menubuhkan Reserve Officer Training Unit (ROTU). Pada 18 Disember 1978, Jawatankuasa Turus Angkatan Tentera telah meluluskan penubuhan ROTU dengan objektif utamanya untuk melahirkan pegawai-pegawai tentera sukarela daripada kalangan pensyarah, kakitangan dan mahasiswa di IPTA. Pada 26 Februari 1979, mesyuarat yang dipengerusikan oleh Ketua Turus Tentera darat dan dihadiri oleh naib-naib Canselor Universiti dan Pengarah ITM telah diadakan untuk menubuhkan ROTU di IPTA masing-masing.

  kenangan bersama CI yg telah bersara pd tahun ini. . .moga jasa beliau dikenang.

71 Into the Fire


71 Into The Fire (포화속으로)
Cast : Kwon Sang-Woo, Choi Seung Hyun ( T.O.P ), Kim Seung-WooCha Seung-Won
Director : John H Lee
Writer : John H Lee, Lee Man Hee, Kim Dong Woo
Production & Distributor : Taewon Entertaiment & CJ Entertaiment

71 Into the Fire adalah sebuah film berlatar belakangkan tahun 1950, dalam masa peperangan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Film ini diangkat dari kisah nyata tentang 71 satu orang tentara pelajar yang sama sekali belum memliki pengalaman dalam berperang, bertahan mempertahankan negaranya dari serangan tentara Korea Utara.
Tanpa pengalaman perang sama sekali, mereka diminta menjaga sebuah sekolah yang sudah tidak terawat, yang merupakan Benteng pertahanan penting tentara Korea Selatan yang tidak boleh sampai jatuh ketangan musuh. Sementara Kang Seuk Dae ( Kim Seung Woo) bersama tentara senior yang lain dengan terpaksa harus pergi ke Benteng pertahanan lain yang diserang tentara Korea Utara.
Sebelum pergi Kang Seuk Dae menunjuk seorang tentara pelajar Oh Jung Bum (T.O.P) yang sudah sering membantu perang, untuk memimpin semua tentara pelajar lain di benteng pertahanan.
Dalam kepemimpinannya Oh Jung Bum mengalami banyak masalah mulai dari berselisih dengan Ku Kap Jo (Kwon Sang Woo) seorang pelajar yang memiliki catatan kriminal, yang terpaksa mengabdi sebagai tentara pelajar untuk menebus kesalahannya. Ku Kap Jo tidak pernah suka dengan penunjukkan Oh Jung Bum sebagai pemimpin mereka. Ia menilai Oh Jung Bum tidak pantas menjadi seorang pemimpin, ‘Membunuh orang saja dia tidak mampu’ itu yang dikatakan Ku Kap Jo. Sebaliknya Oh Jung Bum tidak pernah menyukai sifat Ku Kap Jo yang sombong dan selalu seenaknya dalam melakukan apa pun, ia bahkan tidak pernah berlatih dengan serius setiap kali tentara pelajar yang lebih senior darinya memintanya untuk berlatih. Membuat konflik antara Oh Jung Bum dan Ku Kap Jo tidak pernah berhenti memanas.
Diantara semua konflik yang terjadi antara para tentara pelajar, ditengah usaha mereka untuk terus berlatih perang, satu hal yang tidak pernah diprediksi sebelumnya terjadi. Pasukan tentara Korea Utara yang dipimpin Park Mu Rang (Cha Seung Won) memberikan peringatan ke benteng pertahanan yang dijaga 71 tentara pelajar itu, agar mereka menyerah dan meninggalkan benteng pertahanan kalau mereka tidak ingin mati sia-sia.
Tapi kecintaan mereka pada Negaranya mengalahkan ketakutan mereka atas ancaman yang diberikan tentara Korea Utara. Dengan pengetahuan dan alat perang seadanya mereka berusaha mati-matian untuk mempertahankan benteng pertahanan dari gempuran tentara Korea Utara.
71 Into the Fire – Trailer
credit : awesomefilmtrailers You Tube
Ini film perang paling keren yang pernah saya lihat. Mulai dari cerita, setting, sampai tokoh yang berperan dalam film ini baik itu tokoh utama atau hanya tokoh kecil, memerankan perannya dengan sangat luar biasa. Membuat kita yang menyaksikan akting mereka bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Ketegangan, kelucuan dan kesedihan tergambar sempurna dalam setiap scene-nya, membawa penonton untuk larut dalam semua emosi dan tidak segan untuk meneteskan air mata.
 
71 INTO THE FIRE
 This is the MOVIE from a TRUE STORY..



Dengan kualit sedemikian rupa 71 Into the Fire tercatat sebagai film Box office yang meraih jumlah penonton 3,3 juta di Korea Selatan. Film yang dalam pembuatannya dikabarkan menghabiskan dana 12 miliar won, atau setara dengan 10,4 juta dollar Amerika ini mendapat banyak pujian dari para reporter asing. Tidak mengherankan film ini kemudian terpilih sebagai film penutup di ‘Hawaii Internasional Film Festival’ pada 24 Oktober 2010 lalu. Dan bergabung bersama film-film berkualitas lainnya di ‘The London Korean Film Festival’ 
71 Into the Fire, menjadi film Korea pertama yang diputar dibeberapa kota besar di Amerika seperti New York, Los Angeles, New Jersey, Philadelphia, Boston, Dallas, Houston, Seattle, Chicago dan Virginia.

ini adalah gambar sebenar 71 orang rekruit mahasiswa yg telah mati ketika berjuang dengan KOMUNIS mempertahankan kubu mereka. . .
cerita ini memang ada persamaan dalam kehidupan kita sbg seorang PALAPES..

 

Rabu, 5 Disember 2012

RIWAYAT HIDUP RINGKAS BADIUZZAMAN SAID NURSI

Kekaguman Zaman (Badiuzzaman)

Badiuzzaman Said Nursi dilahirkan pada tahun 1873 di kampung bernama “Nurs”, di timur Anatolia. Nama “Nursi” ialah sempena nama kampung ini. Beliau menerima pendidikan asas daripada para ulama terkenal di daerahnya. Ketika masih muda, beliau telah menunjukkan kecerdikan dan kemampuan yang luar biasa untuk belajar. Hal ini membuatkannya terkenal di kalangan guru-guru, kawan-kawan dan orang ramai. Ketika berusia 16 tahun, beliau mengalahkan beberapa ulama terkemuka yang telah menjemputnya ke satu majlis perbahasan (ketika itu perbahasan ialah satu amalan biasa di kalangan ulama). Kemudian beliau terus mengalahkan berbagai kumpulan ulama lain sebanyak beberapa kali dalam majlis perbahasan. Selepas peristiwa ini, beliau pun digelar Badiuzzaman (Kekaguman Zaman).

Pengalaman pendidikan yang telah beliau lalui telah membukakan fikirannya untuk memikirkan cara untuk menghasilkan sistem pendidikan yang bersepadu. Ketika itu, dunia sedang memasuki satu zaman baru yang membawa angin perubahan. Satu zaman di mana sains dan lojik memainkan peranan penting. Beliau berpendapat ilmu agama perlu diajar di sekolah-sekolah moden dan sekular, sebaliknya ilmu sains moden pula perlu diajar di sekolah-sekolah agama. Katanya, “Dengan cara ini, para pelajar di sekolah moden dilindungi dari kekufuran dan para pelajar di sekolah agama akan dilindungi dari sikap taksub”.

Dalam usaha merealisasikan cita-citanya, beliau telah pergi ke Istanbul sebanyak dua kali. Kali pertama adalah pada tahun 1896 dan kali keduaya adalah pada tahun 1907. Beliau cuba meyakinkan Sultan Abdul Hamid agar membina sebuah universiti di Anatolia yang mengajar ilmu agama dan ilmu sains secara bersepadu.

Ketika bercakap dengan Sultan Abdul Hamid, Badiuzzaman menggunakan bahasa yang agak kasar sehingga menyebabkan beliau dibicarakan di mahkamah tentera. Di mahkamah tentera pula, beliau masih menggunakan bahasa yang sama. Lantaran terkejut dengan hal ini, para hakim mahkamah tentera telah menghantarnya ke sebuah hospital sakit jiwa untuk diperiksa. Walaubagaimanapun, doktor yang memeriksanya melaporkan “Jika Badiuzzaman gila, maka tidak akan ada seorang manusia siuman pun di dalam dunia ini”. Dengan ini, beliau pun dibebaskan.

Kebebasan Pertama

Sering kali Badiuzzaman menjadi sasaran tuduhan (fitnah) yang bertentangan dengan niat dan cita-citanya. Ketika berlakunya pemberontakan Mac 31, 1909, beliau telah ditangkap dan dibicarakan di mahkamah tentera atas tuduhan mencetuskan kekacauan. Sebenarnya, beliau telah cuba mententeramkan keadaan dan telah berjaya melakukannya pada sesuatu peringkat tertentu. Ketika mayat-mayat orang yang dihukum gantung masih di tiang gantung di luar tingkap mahkamah, Badiuzzaman telah berjaya berhujah mempertahankan diri dan akhirnya telah dibebaskan.

Selepas itu, beliau kembali ke Timur Anatolia dan melawat kawasan-kawasan terpencil untuk menerangkan kepada rakyat bahawa gerakan pembebasan yang sedang ditubuhkan di Turki tidak bertentangan dengan Islam. Beliau telah memberitahu mereka bahawa semua bentuk pemerintahan kuku besi (diktator) ditolak oleh undang-undang Islam. Perundangan Islam akan berkembang dan menunjukkan kemuliaannya di dalam suasana yang bebas merdeka. Kemudian beliau telah mengumpulkan syarahan-syarahannya itu di dalam sebuah buku bertajuk Perbahasan.

Pada musim sejuk tahun 1911, Badiuzzaman pergi ke Damsyik untuk menyampaikan khutbah di Masjid Umayyad. Para pendengarnya termasuklah 100 ulama yang terkenal. Dalam ceramahnya, beliau berkata bahawa tamaddun sebenar yang berada pada Islam akan berdiri tegak di dunia moden ini. Selepas itu, beliau pergi ke Istanbul sekali lagi untuk meneruskan usahanya agar sebuah universiti didirikan di Anatolia Timur. Badiuzzaman merupakan wakil bagi timur Turki yang mengiringi Sultan Muhammad Resyad melawat Rumelia (daerah Balkan). Ketika di Kosovo Metohija, di mana Sultan bercadang untuk membina sebuah universiti, beliau pun berkata, "Kawasan Timur lebih memerlukan sebuah universiti kerana ia merupakan pusat Dunia Islam." Beliau berjaya meyakinkan Sultan Muhammad Resyad agar menyediakan peruntukan sebanyak 19,000 lira untuk tujuan itu. Beliau kemudian pergi ke Van dan meletakkan batu asas universiti tersebut. Tetapi malangnya, pembinaan universiti tersebut tidak dapat disiapkan kerana Perang Dunia Pertama meletus.

Dalam Perang Dunia Pertama, Badiuzzaman menjadi pemimpin pasukan sukarelawan di medan perang Kaukasia dan Anatolia Timur. Keperwiraan yang telah ditunjukkan oleh beliau di medan pertempuran mendapat pujian dari para panglima Tentera Turki Uthmaniah, termasuklah Anwar Pansya, Menteri Perang dan Ketua Turus Tentera ketika itu. Pasukannya telah digelar “Pasukan Topi Bulu”. Pasukan ini telah menggerunkan tentera Russia dan pengganas Armenia. Di medan perang inilah beliau telah menulis tafsirnya yang bertajuk “Isyaaratul I'jaz” di dalam bahasa Arab. Karyanya ini ditulis ketika beliau menunggang kuda di barisan hadapan dan di dalam kubu-kubu pertahanan. Tafsir ini kemudianya mendapat penghargaan daripada para ulama terkenal.
Dalam satu pertempuran menentang pencerobohan tentera Rusia, Badiuzzaman dan 90 orang pegawai lain ditawan. Beliau dihantar ke khemah tahanan perang di Kostromaa, iaitu di barat laut Russia dan ditahan di situ selama 2 tahun
.


Badiuzzaman pernah dijatuhkan hukuman tembak sampai mati kerana menghina Jeneral Nicholas Nicolavich, Ketua Turus Tentera Rusia di medan perang Kaukasia, yang juga merupakan bapa saudara Czar, Raja Russia. Walau bagaimana pun, hukuman itu kemudianya dibatalkan. Peristiwa itu adalah seperti berikut:

Pada satu hari, Jeneral Nicholas Nicolavich melawat khemah tahanan tersebut dan berjalan di hadapan Badiuzzaman tetapi ulama itu tidak bangun menghormatinya. Bila ditanya mengapa beliau berbuat demikian, beliau lantas berkata, “Saya seorang ulama Islam dan di dalam hati saya ada iman. Sesiapa saja yang ada iman di dalam hatinya adalah lebih mulia daripada mereka yang tiada. Saya tidak boleh bertindak bertentangan dengan iman saya.” Akibat dari peristiwa itu beliau kemudianya dibicarakan di mahkamah tentera dan dijatuhkan hukuman mati. Sebelum hukuman dijalankan, beliau telah sempat bersolat di hadapan pasukan penembak. Jeneral Nicholas Nicolavich melihat kelakuannya itu dan datang kepadanya untuk meminta maaf. Jeneral itu berkata beliau kini telah sedar bahawa Badiuzzaman bertindak demikian kerana ingin berpegang teguh kepada imannya. Beliau pun meminta maaf atas gangguan tersebut. Sungguh sedih sekali kerana penghormatan yang diberikan oleh orang Russia, musuh lama orang-orang Islam tidak ditunjukkan oleh sebahagian orang-orang Turki yang telah menyebabkan beliau menjalani hidup yang penuh dengan berbagai penderitaan.

Kekacauan yang meletus kerana Revolusi Komunis, memberi peluang kepada Badiuzzaman untuk melepaskan diri. Selepas melalui satu perjalanan yang jauh, beliau pun sampai ke Istanbul dalam tahun 1918. Di Istanbul, beliau dianugerahkan sebuah pingat penghormatan atas sumbangannya di medan perang. Anuar Pasya, telah menawarkan kepadanya beberapa jawatan di dalam kerajaan tetapi beliau menolak. Namun begitu, atas cadangan pihak tentera beliau dilantik menjadi anggota Darul Hikmah Al Islamiah tanpa pengetahuanya. Beliau tidak membantah kerana jawatan ini adalah jawatan ilmiah semata-mata.

Semasa negara Turki diceroboh oleh tentera penjajah selepas kalah dalam Perang Dunia Pertama. Badiuzzaman telah menunjukkan penentangan yang terang-terangan kepada penjajah British. Hal ini hampir membuatkan nyawanya melayang. Di antara kata-kata yang ditujukan kepada pihak British yang ditulis di dalam akhbar harian ialah, “Wahai anjing yang dianjingkan ke peringkat anjing yang tertinggi” dan “Ludahlah muka British yang terkutuk dan tidak tahu malu itu”. Lantaran itu beliau menjadi sasaran komplot bunuh pihak British. Dengan pertolongan Allah beliau terpelihara daripada ancaman tersebut dan terus berhadapan dengan tugas dan cabaran-cabaran baru yang sedang ditunggunya.

Dalam tahun 1922, kerajaan Turki telah menjemputnya ke Ankara tetapi beliau menolak. Akhirnya, selepas dijemput sebanyak 18 kali, barulah beliau bersetuju pergi ke Ankara. Beliau disambut oleh Dewan Perhimpunan Kebangsaan (Parlimen Turki) di Ankara dengan penuh istiadat. Walaubagaimanapun, beliau mendapati apa yang ada di Ankara tidaklah serupa dengan apa yang diharapkannya. Kebanyakan para perwakilan di Dewan Perhimpunan Kebangsaan lalai menunaikan kewajipan agama. Pada 19 Januari 1923, beliau mengeluarkan satu kenyataan untuk para perwakilan mengajak mereka menunaikan kewajipan bersolat. Hasilnya ialah, pada mulanya 50 hingga 60 daripada mereka mula menunaikan solat dan kemudiannya angka ini semakin bertambah.

Badiuzzaman menghabiskan masanya selama lapan bulan di Ankara dan kemudian ke Van. Beliau menghabiskan dua tahun di Van dengan mengasingkan diri, beribadat dan berzikir. Sementara itu, satu pemberontakan berlaku di timur Turki. Para pemberontak meminta sokongan Badiuzzaman kerana beliau sangat berpengaruh di kalangan rakyat tetapi beliau menolak dengan berkata, “Pedang hendaklah digunakan ke atas musuh dari luar. Ia bukanlah untuk digunakan di dalam negeri. Hentikan usaha kamu itu kerana ia akan gagal. Ia akan mengakibatkan beribu-ribu orang lelaki dan wanita yang tidak bersalah terbunuh lantaran tindakan beberapa orang penjenayah”.

Sekali lagi Badiuzzaman difitnah dan mengakibatkannya dibuang ke Burdur. Di Burdur, beliau dikenakan pengawasan ketat dan menderita akibat penindasan dari pihak berkuasa. Hal ini langsung tidak menyekatnya dari menyebarkan kebenaran iman kepada orang ramai di sekelilingnya dan mengumpulkan segala hasil penulisannya dalam bentuk buku. Kegiatannya ini telah dapat dikesan lalu dilapurkan ke Ankara dan satu rancangan diatur untuk menyekatnya. Pihak berkuasa kemudiannya menghantarnya ke Barla pula, sebuah tempat terpencil di bahagian tengah Anatolia. Tempat tersebut dikelilingi bukit-bukau dan mereka berharap Badiuzzaman akan  mati di situ dalam keadaan tidak bermaya dan keseorangan.


Kemunculan  Risale-i Nur (Risalah Yang Bercahaya)

Sebenarnya penyebaran iman bukanlah sesuatu yang perlu dibimbangkan. Berdakwah juga bukanlah satu jenayah yang melayakkan nyawa seseorang diancam. Namun begitu, hal ini dianggap satu jenayah pada ketika itu. Pada masa itu, kezaliman menyelubungi negara Turki dengan segala kegelapan dan kezaliman. Azan telah diharamkan. Beratus-ratus masjid telah digunakan untuk tujuan bukan keagamaan. Perancangan telah dijalankan untuk memutuskan negara Turki daripada zaman silamnya yang terkenal dengan segala nilai-nilai akhlaknya yang mulia. Sesiapa yang bercakap mengenai agama memerlukan keberanian. Ketua Jabatan Percetakan Kerajaan boleh mengarah sidang pengarang akhbar memotong sebarang makalah yang menyentuh isu agama dalam tempoh 10 hari atas alasan merbahaya kerana boleh menyemai konsep agama di dalam pemikiran para belia.

Dalam suasana beginilah Badiuzzaman Said Nursi memasuki bahagian kedua hidupnya yang digelarnya "Said Jadid” (Said Baru). Bahagian kedua dalam hidupnya ini ditumpukan sepenuhnya kepada penulisan dan penyebaran mengenai iman dan Islam. Kebenaran iman ialah kebenaran sejagat yang terpenting. Membangkitkan semula iman dan Islam menjadi matlamatnya apabila beliau berkata, “Saya akan buktikan kepada dunia bahawa Al-Quran ialah matahari rohani yang tidak akan luntur dan tidak akan padam”. Maka itulah yang diperjuangkannya. Badiuzzaman tidak mati keseorangan di Barla tetapi yang muncul ialah “Said Jadid” yang seumpama matahari, menyinari dunia sains dan budaya. Semenjak itulah, beliau telah menyinari berjuta-juta manusia dengan cahaya iman.

Di Barla, pengawasan ketat dan penindasan sedang menunggu Badiuzzaman. Musuh-musuhnya masih belum mengenalinya lagi. Inilah orang yang ditakuti tentera Russia ketika Perang Dunia Pertama. Inilah orang yang sanggup meludah ke muka orang British yang menjajah Istanbul. Inilah orang yang berjaya terlepas dari tali gantung sebanyak beberapa kali. Walau bagaimanapun, mereka kemudian mengenalinya juga apabila terpaksa berkata, “Segala apa yang kami lakukan selama 25 tahun yang lepas tidak berjaya menyekat Said Nursi dari meneruskan kegiatannya”.

Beliau telah menghabiskan hidupnya di Barla selama 8 tahun setengah di bawah penindasan yang dahsyat. Dalam tempoh tersebut, beliau sempat menulis 3 suku daripada Risale-i Nurnya. Tafsirnya ini kesemuanya ditulis dengan tangan kerana pengarang dan para pelajarnya tidak mampu menyediakan belanja percetakan. Sekalipun mereka mampu, mereka tidak diberi kebebasan berbuat demikian. Tugas menulis tafsir ini dengan tangan adalah kerja merbahaya pada ketika itu. Mereka yang melakukannya telah disiksa di dalam penjara dan balai-balai polis. Pada masa yang sama, berbagai usaha dijalankan untuk menyekat orang ramai dari menghubungi Badiuzzaman.

Sebanyak 600,000 naskah ditulis dengan tangan.

Ketika itu penulisan atau penyebaran walaupun hanya 1 karya agama bukanlah sesuatu yang sesiapa pun berani lakukan. Inilah perjuangan berani yang berterusan yang menjadi pilihan Badiuzzaman dan para pelajarnya. Apabila keadaan di mana Risale-i Nur ditulis dan disebarkan ke seluruh Anatolia diambil kira, maka betapa benar kata Maryam Jameelah, “Tidaklah keterlaluan untuk mengatakan bahawa apa saja keimanan Islam yang masih ada di Turki pada ketika itu adalah atas usaha tanpa penat dari Badiuzzaman Said Nursi”.

Mereka yang memahami intipati iman melalui Risale-i Nur mencapai tahap keimanan yang kental sehingga mampu menunjukkan keberanian dan keperwiraan Islam yang hebat. Badiuzzaman, yang mewakili roh Risale-i Nur sendiri telah menjadi pemimpin bagi ratusan ribu pelajar dan kini telah mencapai jutaan pelajar yang menghayati karya tersebut. Beliau menjadi contoh kepada orang-orang Islam lain di Turki ketika itu. Beliaulah penyokong mereka di hari-hari yang penuh bahaya, seumpama seorang ketua tentera yang memberi galakan kepada tenteranya melalui keberanian dan kewibawaannya sendiri. Dengan ini, mereka pun berjaya menghilangkan ketakutan dan syak wasangka dari hati orang ramai dan maruah negara dikembalikan. Mereka telah membawa harapan dari kelegaan dan menyelamatkan orang-orang Islam daripada rasa cemas dan kecewa.

Pada tahun 1935, Badiuzzaman bersama 125 orang pelajarnya telah ditahan dan dibicarakan di Mahkamah Jenayah Eskisehir. Dalam tempoh perbicaraan berlangsung, mereka terpaksa menghabiskan selama 11 bulan di dalam penjara Eskisehir yang penuh dengan penderitaan. Walaupun begitu, mereka masih membawa harapan dari kelegaan dan menyelamatkan orang-orang Islam daripada perasaan cemas dan kecewa.

Badiuzzaman kemudianya dipindahkan ke Kastamonu selama 7 tahun. Di sana, Beliau masih terus menulis dan menyebarkan Risale-i Nur. Oleh sebab beliau dan para pengikutnya tidak diberi kebebasan, mereka telah menubuhkan rangkaian pengirim Risale-i Nur yang dinamakan “Posman Nur” (Nurju). Hasilnya, Posman Nur telah berjaya menyebarkan sebanyak 600,000 naskah Risale-i Nur ke seluruh Anatolia.

Pada tahun 1943, beliau bersama 126 orang pelajarnya telah ditahan dan dibicarakan di Mahkamah Jenayah di Denizli. Kali ini beliau dituduh mencetak secara rahsia satu risalah di Istanbul mengenai kewujudan Tuhan.

Perjuangannya tidak pernah reda sama ada dalam buangan mahupun di penjara. Di dalam penjara, beliau telah bertindak memulihkan para banduan dan penjenayah yang dianggap tidak berguna oleh masyarakat. Beliau juga telah berjaya menghasilkan karya-karya baru walaupun kertas dan pen tidak dibenar masuk ke dalam penjara. Jadi, karyanya ditulis atas cebisan-cebisan kertas yang dikoyak dari kampit-kampit kertas. Karyanya kemudian diseludup keluar di dalam kotak-kotak mancis. Karyanya yang berjudul “Buah-buah Iman” telah ditulis dengan cara ini.

Perbicaraan di Denizli berakhir dengan keputusan beliau dibebaskan sebulat suara. Tetapi ini tidak bermakna beliau telah diberikan kebebasan sepenuhnya. Atas arahan daripada pihak berkuasa di Ankara, beliau pun dihantar ke sebuah bandar lain bernama Emirdag.

Kebebasan yang sudah lewat

Bagi Badiuzzaman, Emirdag juga sama dengan tempat-tempat yang lain. Sekali lagi beliau diawasi, ditindas dan diancam. Namun begitu, beliau terus memperjuangkan iman dan Islam. Tenmpohnya di Emirdag sekali lagi berakhir dengan penangkapanya. Kali ini beliau bersama dengan 53 pelajarnya telah ditahan dan dihantar ke Mahkamah Jenayah Afyon untuk dibicarakan. Beliau dipenjarakan di penjara Afyon selama 20 bulan. Kekejaman di penjara ini adalah lebih teruk berbanding yang lain. Badiuzzaman ketika itu berumur 75 tahun dan sedang menderita berbagai penyakit. Pihak berkuasa telah meletakkannya di sebuah bilik penjara bersendirian yang mempunyai tingkap-tingkap pecah walaupun beliau uzur. Di dalam bilik penjara bertingkap pecah inilah Badiuzzaman menghabiskan dua musim sejuk yang sangat mencabar. Apabila melihat musim sejuk pun tidak dapat membunuhnya, maka musuhnya telah meracuninya (ada pendapat mengatakan beliau diracun sebanyak 19 kali). Ketika beliau menderita kesakitan akibat racun tersebut, beberapa orang pelajarnya memberanikan diri untuk menolongnya tetapi telah dibelasah dengan kejam sekali.

Akhirnya hukuman ke atas Badiuzzaman telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Walau bagaimanapun, Mahkamah Agung telah mengambil masa yang lama untuk membuat keputusan. Mahkamah membatalkan hukuman tersebut setelah Badiuzzaman dan para pengikutnya menghabiskan tempoh penjara yang sama panjang dengan hukuman yang dikenakan oleh Mahkamah Afyon. Lapan tahun kemudian, akhirnya dalam tahun 1956, Mahkamah tersebut mengistiharkan mereka tidak bersalah selepas mereka menghabiskan dua tahun dalam penjara yang teruk.

Pilihanraya bebas dan adil yang pertama telah diadakan di Turki pada tahun 1950. Sistem pelbagai parti telah menggantikan sistem 1 parti. Pemerintahan kejam Parti Republikan Rakyat yang tidak suka pada agama telah tamat. Pelbagai bentuk kebebasan dan hak mula diikhtiraf. Satu zaman baru telah bermula bagi sejarah Republik Turki. Pengharaman ke atas azan telah dibatalkan dalam sidang pertama parlimen baru Turki. Dalam tahun-tahun berikutnya, Badiuzzaman terlibat dalam hanya 1 perbicaraan saja. Dalam perbicaraan di Istanbul ini, beliau tidak ditahan. Keputusannya ialah beliau dibebaskan sebulat suara.

Selepas hampir seabad berkhidmat untuk iman dan Islam, Badiuzzaman Said Nursi kembali ke rahmatullah pada pagi 23 hb. Mac, 1960. Beliau telah pergi dengan penuh kemuliaan dan kemenangan. Hasil karyanya akan terus menyinari abad ini dan abad-abad yang mendatang. Kasih sayang yang dipupuknya akan diperturunkan dari satu generasi ke satu generasi untuk selama-lamanya.

Pandangan terhadap Risale-i Nur

Badiuzzaman telah memahami sebab yang paling penting dalam keruntuhan dunia Islam sebagai kelemahan dalam asas keimanan. Kelemahan ini bersama serangan-serangan pada asas keimanan pada abad ke 19 dan 20 ini yang dijalankan oleh fahaman kebendaan, ateis dan lainnya atas nama sains dan kemajuan menjadikannya insaf bahawa keperluan yang mustahak dan genting adalah untuk menguatkan dan menyelamatkan keimanan. Apa yang diperlukan adalah untuk mengerahkan semua tenaga untuk membangunkan ajaran Islam melalui asas keimanan dan untuk menjawab persoalan-persoalan keimanan ini pada tahap yang diperlukan dengan “Jihad yang Maknawi” atau “Jihad dengan Ayat”.

Dalam masa penahananya, Badiuzzaman telah menulis satu koleksi karya yang digelar Risale-i Nur, yang menerangkan dan menghuraikan asas-asas keimanan dari kebenaran Al-Quran kepada manusia moden. Metodologi yang digunakannya adalah dengan menganalisis keimanan dan kekufuran serta menunjukkan melalui hujah-hujah yang rasional dan terang bahawa bukan sahaja keimanan boleh dibuktikan, kesemua kebenaran yang terkandung dalam keimanan seperti keujudan Tuhan dan keEsaanNya, kerasulan dan kebangkitan manusia di hari akhirat dalam bentuk jasad juga dapat diterangkan sebagai satu satunya penjelasan yang rasional dari keujudan manusia dan alam semesta ini.
Dalam menjelaskan keadaan yang sebenarnya dari tujuan utama penciptaan manusia dan alam semesta ini, Risale-i Nur menunjukkan bahawa kebahagiaan di dunia dan di akhirat hanya boleh diperolehi dalam keimanan dan ilmu ketuhanan. Ia juga menunjukkan akibat dari kekufuran, menyebabkan roh manusia dan hatinya mengalami kesakitan dan kesedihan yang amat sangat di mana biasanya orang-orang yang sesat berusaha untuk menghilangkannya melalui kelalaian dan menolak kenyataan. Oleh itu, sesiapa yang mempunyai sebarang kesedaran boleh mengambil perlindungan dengan cara berpegang kepada keimanan.

Berikutnya adalah beberapa petikan yang di utarakan oleh tokoh-tokoh Islam ketika ini keatas Badiuzzaman dan Risale-i Nur:

Dalam sejarah Islam, tiga pergerakan Islam berikut telah bangkit dan meyerupai satu dengan yang lain di mana setiap satunya telah memainkan peranan yang  besar dalam memelihara keimanan orang-orang Islam : 1. Pergerakan Imam Rabbani, Shaykh Ahmad Sirhindi di India.  2. Pergerakan Abdulhamid ibnu Badis di Algeria  3.  Pergerakan Badiuzzaman Said Nursi di Turki.

Prof. Abdul Wadud Celebi
(Universiti Al-Azhar,Mesir)

Saya percaya bahawa penulisan dalam Risale-i Nur sahajalah yang melihat dengan secukupnya dan menyeluruh kepada kosmos seperti keadaaannya yang sebenarnya, menyampaikan keimanan dengan pentafsiran Al-Quran seperti yang dikehendakki oleh Rasul kita, mencari sebab penyakit yang menjangkiti manusia moden dan menawarkan ubat yang dapat menyembuhkan penyakit-penyakit ini dengan sepenuhnya. Sesungguhnya saya berkepecayaan bahawa pengarang Risale-i Nur layak untuk di gelar Mujaddid.

Dr. Colin Turner (Telah memeluk Islam)
(Universiti Manchester,England)


Rujukan :

1.       Umit Simsek, 1989, A brief  biography of Bediuzzaman Said Nursi, Sozler Yayinevi, Istanbul.
2.       Collin Turner, 1992, The Risale-i-Nur as a New School of Belief.,International Symposium : The construction of Islamic thought in the twentieth century and Bediuzzaman Said Nursi, Sozler Publication, Isatanbul.
3.       Abdul Wadud Celebi, 1992, International Symposium : The construction of Islamic thought in the twentieth century and Bediuzzaman Said Nursi, Sozler Publication, Isatanbul.

EMPAYAR UTHMANIYYAH 1453

Empayar Turki Uthmaniyyah (Turki Uthmaniyyah: Devlet-i Aliye-i Osmaniye; Turki Moden: Osmanlı İmparatorluğu; Arab: الدولة العثمانية, al-Dawlaṭ al-'Uthmānīyyaṭ) keluarga Bani Osmani ini adalah sebahagian kecil dari keseluruhan suku-suku bangsa Turki yang dikenali sebagai bangsa Turki yang masuk ke Asia Kecil semenjak abad ke sebelas yang lalu. Bangsa ini adalah pemimpin-pemimpin yang terus-menerus berjuang menentang Byzantine, terutama setelah mereka bergerak ke barat laut Anatolia di abad ke-13. Pengikut-pengikutnya direputasikan sebagai ghazi atau lebih mudah dikenali sebagai parajurit yang berjuang memerangi Kristian kerana jihad untuk menegakkan Islam, dan mengecapi kejayaan. Di sinilah wujudnya empayar atau kerajaan Uthmaniah, yang menampung kerajaan-kerajaan kecil bangsa Turki yang lain. Pemerintah Uthmaniyyah melihat diri mereka sebagai "pemerintah universal" dan waris kepada Empayar Rom dan Islam, maka terjadilah "penyatuan kebudayaan".[7]
Pada tahun 1357 mereka menyeberangi Dardanelles menuju ke semenanjung Gallipoli dan sebelum akhir abad ke-14 mereka telah menduduki beberapa kawasan dibawah kerajaan Byzantine, termasuk Greece dan Bulgaria. Constantinople (kemudian ditukar nama kepada Istanbul) jatuh ke tangan kerajaan Uthmaniyyah pada tahun 1453. Pada tahun 1526 sebagian besar wilayah Hungary telahpun berada di bawah kekuasaan Uthmaniyyah. Kerajaan Uthmaniyyah mempunyai angkatan laut yang handal di Lautan Tengah dan melaksanakan tugasnya dalam perang dengan Sepanyol dan kuasa-kuasa Eropah yang lain. Algeria segera mereka kuasai dan akhirnya menambahkan Tunisia sebagai wilayah kerajaan Uthmaniyyah. Uthmaniyyah juga melanjutkan peluasan kuasanya dengan menuju ke bahagian tenggara, menduduki Iraq dan bahagian-bahagian wilayah Arab yang lain. Bagi bangsa Eropah Barat, kemajuan Uthmaniyyah merupakan keganasan Islam. Dengan ini mereka menegaskan bahawa Islam adalah agama kekejaman dan agama pedang yang menakutkan. Maka tidak hairanlah pada tahun 1542, Dewan Kota Praja Basel di Switzerland membekukan penerbitan terjemahan Al-Quran yang diterjemahkan oleh Robert dari Ketton. Dewan Kota Praja ini membantah dengan mengatakan "dongeng dan bid'ah yang dibuat-buat" dalam Al-Quran itu akan mengganggu penganut Kristian Pada akhir abad ke-17, kelemahan kerajaan Uthmaniyah mulai terserlah selepas satu setengah abad berkuasa. Pengepungan ke atas Vienna di tahun 1683 turut menemui kegagalan dan kerajaan Uthmaniah kini pula menghadapi Persekutuan dari Austria, Poland, Venice dan Paus, dan bangsa Rusia.
Semenjak tahun 1699 mereka telah banyak menemui kekalahan dan di dalam perjanjian damai Karlovitz, Uthmaniyyah harus mempersetujui penyerahan wilayah-wilayahnya kepada Austria, Vennice dan Poland. Walaupun demikian, mereka tetap mempertahankan hak mereka di bahagian tenggara Eropah, termasuk pantai barat dan utara Laut Hitam. Namun pada abad ke-19, kerajaan Uthmaniyyah kembali kehilangan sebahagian besar dari wilayah taklukkannya yang dimulai dengan kemerdekaan Greece pada tahun 1829 dan pendudukan Perancis ke atas Algeria pada tahun 1830. Kerajaan Uthmaniyyah menjadi "the sick man of Europe" iaitu Orang Eropah yang sakit dan hanya persaingan mereka inilah yang mencegah terjadinya perpecahan-perpecahan yang dahulunya pernah terjadi. Setelah kekalahannya dalam Perang Dunia I di tahun 1912-1919, semua wilayah ini masih tetap berada di bawah Kerajaan Uthmaniyyah, dengan wilayah Eropahnya adalah kawasan di sekitar Istanbul meluas sampai ke sebelah utara Edirne (Adrianople) dan ke barat sampai ke Gallipoli. Bangsa Turki di bawah kekuasaan Mustafa Kamal Ataturk telah menghapuskan nama Kerajaan Uthmaniyyah pada 1922 dan diganti dengan Republik Turki. Wilayah-wilayah jajahan di Asia dan Afrika dahulu telah hilang kecuali Anatolia yang masih berada di wilayah Republik Turki ini.

Sejarah

Wilayah Uthmaniyyah pada mulanya dikenali sebagai Beylik di dalam Kerajaan Turki Seljuk pada kurun ke-13. Pada tahun 1299, Uthman I mengisytiharkan kemerdekaan Wilayah Uthmaniyyah dan mengasaskan Kerajaan Turki Uthmaniyyah.

Penubuhan dan Kemajuan (1299-1453)

Semasa penubuhan dan perkembangan Empayar Uthmaniyyah, karakteristik empayar ini tidak boleh disoal lagi lebih-lebih lagi semasa pemerintahan Sultan Muhammad al-Fatih. Hal ini menjadikan Empayar Uthmaniyyah istimewa dalam sejarah ketamadunan manusia.
Sultan Muhammad al-Fatih
Sepanjang kurun ke-16, Empayar Uthmaniyyah terus berkembang daripada segi wilayah dan kekuasaan dengan mengembangkan kekuasaan sehingga ke Afrika Utara di barat daya dan Parsi di sebelah timur. Semasa Pertempuran Chaldiran, di sebelah timur Anatolia, (sekarang di barat Tabriz, Turki) pada tahun 1514, tentera Uthmaniyyah di bawah pimpinan Sultan Selim I memenangi pertempuran menentang tentera Parsi. Hal ini memastikan keselamatan wilayah Uthmaniyyah di sebelah timurnya. Selepas itu tumpuan Empayar Uthmaniyyah beralih kepada bahagian barat empayar terbabit. Sultan Sulaiman I, selepas menaiki takhta pada tahun 1518, mengetuai beberapa siri ketenteraan di Balkan. Di bawah Suleiman yang juga merupakan seorang strategis yang hebat, tentera Uthmaniyyah mara ke utara dengan menguasai Belgrade (1521), mengalahkan Hungary (1526), dan menyerang Vienna (1529).
Kejayaan pengembangan kuasa Uthmaniyyah pada kurun ke-16 adalah kerana kemahiran bersenjata api dan taktik peperangan di samping kesempurnaan sistem ketenteraan. Tentera Uthmaniyyah juga amat mahir dalam melakukan serangan dan kepungan kerana serangan seperti ini mendatangkan kesan kemusnahan yang teruk terhadap musuh mereka.
Salah satu contoh terbaik untuk menunjukkan kemahiran mereka menyerang atau membuat pengepungan ialah semasa peristiwa penaklukan Constantinople (Istanbul) pada tahun 1453. Semasa serangan terbabit, meriam-meriam besar digunakan bagi memusnahkan tembok yang tinggi dan tebal. Meriam-meriam ini diperbuat daripada gangsa dan dibawa berdekatan dengan kota ini menggunakan banyak tenaga manusia disamping penggunaan kerbau dan lembu kerana berat yang melampau meriam-meriam ini. Meriam-meriam ini kemudiannya ditanam di sebelah hujung bagi menyerap tekanan letupannya. Seorang panglima Austria pernah berkata bahawa tentera Uthmaniyyah amat "kebal" semasa musim panas. Keterangan ini nyata benar memandangkan banyak kejayaan dicapai semasa kempen-kempen perangnya.

Perkembangan (1453-1683)

Empayar Turki Uthmaniyyah, 1481 - 1683
Perkembangan kekuasaan Uthmaniyyah boleh dikategorikan kepada dua zaman. Zaman pertama boleh dikatakan semasa berlakunya penaklukan dan perkembangan kuasa; iaitu bermula daripada penawanan Constantinople pada tahun 1453 sehinggalah kemangkatan Sultan Sulaiman al-Qanuni (Suleiman the Magnificent) pada tahun 1566. Selepas berakhirnya zaman pertama, zaman kedua pula muncul iaitu semasa struktur pentadbiran mula menunjukkan kelemahannya akibat daripada perebutan kuasa dan rasuah iaitu dari tahun 1566 sehinggalah kegagalan serangan ke atas Vienna pada tahun 1683.
Bagi meluaskan pengaruh dan kawasan Empayar Uthmaniyyah semasa zaman perluasaan kuasanya, pemimpin memilih untuk menyebarkan melalui laluan air yakni laut. Selim I menawan Parsi sebelum tewas kepada tentera Parsi tidak lama kemudian. Parsi kemudian menewaskan tentera Uthmaniyyah dan menawan sebahagian kawasan milik Uthmaniyyah di timur empayar itu. Mereka juga berjaya menawan Baghdad. Empayar Uthmaniyyah menubuhkan tentera laut di Laut Merah bagi mengatasi pengaruh Portugis dalam perdagangan rempah. Semasa zaman ini, Empayar Uthmaniyyah bersaing dengan kuasa-kuasa Eropah di Lautan Hindi. Empayar Uthmaniyyah juga menghantar tentera lautnya bersama-sama dengan kelengkapan perang dan askar ke Kenya dan Aceh bagi membantu pemerintah-pemerintah Muslim di sana, di samping mempertahankan perdagangan rempah dan hamba. Di Aceh, Empayar Uthmaniyyah membina kubu dan mempertahankannya menggunakan meriam, selain itu Sultan Aceh,Sultan Alauddin Riayat Shah Al Qahar telah memimpin sebuah armada perang dibantu oleh tentera turki Uthmaniyyah dengan meriam-meriam besar dari Istanbul menggempur Portugis di Melaka. Empayar Turki Uthmaniyyah juga merupakan kuasa yang bertanggungjawab dalam membantu perjuangan pihak Protestan Belanda bagi menghadapai konflik mereka dengan golongan Katolik Sepanyol. Tentera laut Uthmaniyyah juga mempunyai banyak pengaruh di Laut Mediterranean menjadikan perdagangan di sana berkembang dengan pesat disebabkan kestabilan perdagangan di situ. Zaman ini kemudiannya dikenali sebagai zaman "Pax Ottomanica" oleh orang Barat.
Serangan ke atas Vienna bukanlah satu siri pengembangan kuasa Empayar Uthmaniyyah terhadap Jerman. Sebenarnya pihak Turki Uthmaniyyah hanyalah ingin bertindak terhadap campur tangan Hapsburg Sepanyol ke atas Hungary. Hal ini juga menyebabkan sesetengah sekutu Uthmaniyyah membelot terhadap Empayar Uthmaniyyah. Paus di Itali kemudiannya meninggalkan kepentingan sekularnya bagi membangkitkan semangat anti-Islam di samping ingin melancarkan Perang Salib yang baru. Dalam masa yang akan datang, Empayar Uthmaniyyah bukan sahaja sebuah kuasa penakluk tetapi juga sebuah instrumen politik Eropah. Perang di Vienna membawa kepada zaman kemerosotan terhadap Empayar Utmaniyyah.

Genangan (1683-1827)

Sultan Murad IV
 
Selepas tewasnya tentera Uthmaniyyah dalam perang di Vienna pada tahun 1683 yang menunjukkan bahawa Empayar Uthmaniyyah bukan lagi kuasa besar di Eropah. Pada tahun 1699, buat pertama kali dalam sejarahnya, Empayar Uthmaniyyah mengakui bahawa Austria adalah sama taraf dengannya. Bukan sahaja itu, Empayar Uthmaniyyah juga kehilangan wilayah besar dikuasainya sejak sekian lama. Terdapat banyak sultan yang dilantik selepas itu yang tidak sekuat generasi Mehmed II, Selim I dan Suleyman I.
Semasa zaman kemerosotan ini, Empayar Uthmaniyyah lemah kerana masalah dalaman dan luarannya disebabkan peperangan yang amat mahal terutamanya menentang Parsi, Persekutuan Poland-Lithuania, Rusia, Austria-Hungary. Perang Rusia-Turki ialah peperangan antara Rusia dan Empayar Uthmaniyyah semasa kurun ke-17, ke-18, dan ke-19 masihi (kesemuanya 10 peperangan). Ia merupakan di antara konflik yang paling lama dalam sejarah Eropah yang berlarutan selama 241 tahun; lebih lama daripada Perang Seratus Tahun di antara England dan Perancis. Sebelum itu, Empayar Uthmaniyyah tewas dalam Perang Lepanto pada tahun 1571.
Perjanjian Passarowitz menghasilkan satu era yang aman di antara tahun 1718-1730. Pentadbiran Uthmaniyyah mula berubah dengan memajukan kota-kota sekitar Balkan yang akan menjadi benteng pertahanan mereka sekiranya peperangan meletus dengan kuasa Eropah. Pelbagai perubahan dilakukan seperti mendapat pandangan rakyat, mengurangkan cukai, memperbaiki kemudahan awam, dan berbagai-bagai lagi perubahan. Walau bagaimanapun, Empayar Uthmaniyyah gagal bersaing dalam bidang teknologi dengan musuhnya di Eropah, terutamanya Rusia.
Pada penghujung kurun kelapan-belas menyaksikan Empayar Uthmaniyyah ketinggalan jauh berbanding kuasa Barat. Peperangan berlaku dan mengakibatkan Uthmaniyyah kehilangan banyak wilayah kepada Rusia dan Austria. Kawasan seperti Mesir juga mencapai kemerdekaan. Semasa zaman ini, bermula dengan pemerintahan Sultan Selim III terdapat usaha-usaha untuk memodenkan sistem-sistem di Turki. Banyak reformasi yang dilakukan oleh pemerintah dihalang oleh golongan-golongan konservatif di dalam Turki Uthmaniyyah sendiri sama ada oleh golongan keagamaan atau oleh golongan Janissari yang pada masa ini telah menjadi rasuah. Walaupun tentera elit Janissari ini dimansuhkan pada tahun 1826, usaha ini masih mendapat tentangan.

Kemerosotan dan pemodenan (1828-1908)

Proses kemerosotan dan kejatuhan Empayar Uthmaniyyah dibentuk oleh pengstukturan semula dan transformasi dalam setiap aspek Empayar Uthmaniyyah. Walau bagaimanapun, usaha yang berterusan tidak membantu dalam menghalang proses kemerosotan sistem Uthmaniyyah. Satu perubahan yang signifikan hanyalah apabila Empayar Uthmaniyyah mula menjadi sekutu kuasa-kuasa Eropah. Terdapat beberapa siri pakatan dengan beberapa negara Eropah seperti Perancis, Belanda, Britain dan Rusia. Salah satu contoh yang nyata ialah semasa Perang Krimea, yang mana Perancis, Britain, dan Uthmaniyyah berpakat menentang Tsar Rusia.
Terdapat pada satu masa iaitu antara tahun 1839 dan 1876, reformasi dilaksanakan. Semasa zaman ini tentera moden ditubuhkan. Sistem perbankan juga disusun semula di samping pembinaan kilang-kilang yang moden. Dari struktur ekonomi pula, pihak pentadbir Uthmaniyyah menghadapi kesukaran membayar balik pinjaman yang dibuat dengan bank-bank di Eropah. Dari segi ketenteraan, ia menghadapi masalah mempertahankan dirinya daripada diduduki kuasa-kuasa asing (cth: Mesir diduduki Perancis pada 1798; Cyprus diduduki British pada 1876, dll.).
Dalam semua idea Empayar Uthmaniyyah dapati daripada kuasa Barat seperti nasionalisme etnik. Kebangkitan nasionalisme etnik mengancam kestabilan Uthmaniyyah kerana rakyatnya yang berbilang bangsa. Banyak peristiwa pemberontakan atas nama nasionalisme muncul dan mengugat Empayar Uthmaniyyah.

Pembukaan İttihat ve Terakki Cemiyeti
 
Kebangkitan nasionalisme memaksa Empayar Uthmaniyyah untuk bertindak. Sepanjang enam abad yang lalu banyak yang telah berubah kecuali sistem kerajaan. Ada juga sekumpulan orang dari Uthmaniyyah yang mempunyai pendidikan barat berpendapat bahawa konsep raja berpelembagaan dapat mengurangkan tekanan di dalam negara. İttihat ve Terakki Cemiyeti (Perhimpunan Perpaduan dan Kemajuan) mempunyai hubungan yang istimewa dalam kumpulan ini. Menurut buku yang dikeluarkan oleh İttihat ve Terakki Cemiyeti, kejayaan dapat dicapai sekiranya perubahan dilakukan terhadap institusi sosial dan politik Uthmaniyyah. Menerusi sebuah penggulingan ketenteraan, İttihat ve Terakki Cemiyeti memaksa Sultan Abdul Aziz untuk menyerahkan takhta kepada Murad V. Bagaimanapun, Murad V mempunyai masalah mental. Sultan Abdul Aziz terpaksa dipanggil semula dengan syarat baginda akan mengubah sistem politiknya. Sultan Abdul Aziz mengubah struktur pentadbiran yang berusia ratusan tahun ini 23 November 1876. Baginda mengubah nama perlembagaan baru ini kepada "Kanun-i Esasi". Perlembagaan ini bertahan sehinggalah bermulanya Perang Krimea.
Menjelang penghujung kurun kesembilan belas, keadaan politik Empayar Uthmaniyyah menunjukkan keadaan kucar-kacir pada masa akan datang. Hal ini jelas menunjukkan bahawa reformasi dan perubahan tidak cukup untuk membuat perbezaan dan tidak cukup untuk menghalang pembubaran Empayar Turki Uthmaniyyah.

Pembubaran (1908-1922)

Dari sudut sosial, kebangkitan semangat nasionalisme dan perubahan untuk demokrasi menjadikan rakyat semakin tidak tenteram. Hal ini akhirnya menyebabkan beberapa siri perebutan kuasa yang mengakibatkan konsep raja berperlembagaan ditubuhkan yang mana sultan mempunyai sedikit kuasa manakala Parti Jawatankuasa Pembangunan dan Kemajuan, lebih dikenali sebagai Turki Muda, memerintah keseluruhan Empayar Uthmaniyyah.
Peta terakhir kawasan Empayar Uthmaniyyah.
 
Tiga buah negara Balkan yang baru terbentuk pada penghujung abad kesembilan belas. Keseluruhan wilayah itu termasuk Montenegro mencari kawasan tambahan di dalam wilayah Albania, Macedonia, dan Thrace yang berada di bawah pentadbiran Uthmaniyyah. Dengan dorongan dari Rusia, beberapa siri perjanjian ditandatangani: antara Serbia dan Bulgaria (Mac 1912) dan antara Greece dan Bulgaria (Mei 1912). Perjanjian di antara Serbia dan Bulgaria mendesak kepada perpisahan Macedonia yang mengakibatkan Perang Balkan I. Selepas itu terjadi pula Perang Balkan II.
Dalam usaha terakhir untuk memastikan wilayah-wilayah terbabit kekal dalam kekuasaan Uthmaniyyah, Enver Pasha menyertai kuasa tengah dalam Perang Dunia Pertama. Semasa waktu ini, Landasan Kereta Api Baghdad yang dikuasai Jerman menjadi punca pertenglikaian antarabangsa dan memainkan peranan dalam punca tercetusnya Perang Dunia Pertama. [8]Empayar Uthmaniyyah mendapat beberapa kejayaan dalam tempoh awal peperangan terbabit. Pihak bersekutu, termasuk unit tentera baru, ANZAC dikalahkan di Gallipoli, Iraq dan Balkan, dan beberapa kawasan diperolehi. Di Caucasus, tentera Uthmaniyyah tewas dalam beberapa siri pertempuran dan ini membolehkan tentera Rusia bergerak dari Trabzon, Erzurum, ke arah Van. Empayar Uthmaniyyah bagaimanapun tewas pada akhir peperangan ini terhadap pihak bersekutu dan mengakibatkan ia kehilangan wilayahnya.
Mustafa Kemal Pasha, yang memperoleh reputasi yang baik semasa kempen di Gallipoli dan Palestin, dengan rasmi dihantar daripada Istanbul (ditawan) untuk memerintah dan membubarkan tentera Uthmaniyyah di Caucasus. Pada awalnya pihak Uthmaniyyah hanya mengikuti arahan sahaja. Walau bagaimanapun dalam masa tahun kemudian, berlakunya perang kemerdekaan Turki (1918-1923) menentang kuasa asing. Perjuangan mereka ini mengakibatkan penggulingan kuasa Sultan Mehmet VI oleh Perhimpunan Baru Turki. Republik Turki kemudian diasaskan pada 29 Oktober 1923.