Ketika kita dihadapkan pada suatu musibah, terkadang kita
merasa menjadi orang yang paling menderita di dunia dan terkadang jika keimanan
kita sedang menipis kita bertanya-tanya pada Allah, “Ya Allah mengapa musibah
ini harus terjadi padaku?”, “Ya Allah mengapa engkau renggut kebahagiannku?”,
dan begitu banyak pertanyaan dalam hati kita terhadap Allah, seakan-akan kita
merasa Allah bahwa Allah tidak adil kepada kita. Dan tentu saja semua
pertanyaan itu tidak mungkin dijawab langsung olehNYA tapi kelak akan terjawab
oleh hati nurani, keimanan dan keikhlasan kita dalam menghadapi bencana itu.
Kematian adalah musibah yang tidak bisa dihindarkan, 30
menit yang lalu kita masih bicara dengan orang yang paling kita cintai tapi
siapa yang mengira pada menit berikutnya malaikat maut mencabut nyawanya.
Kematian seakan mengintai kita setiap saat, sehingga kita sering terlupa dan tidak
mempersiapkan diri menghadapinya. Baik itu menghadapai musibah kematian orang
lain atau mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian diri sendiri.
Apalah daya kita melawan Kekuasaan Allah? walaupun perih
hati ini bagai disayat sembilu, air mata senantiasa berderai dan senantiasa
meratap jika teringat akan orang tercinta yang meninggalkan kita tapi tidak ada
yang bisa kita lakukan selain bersabar menghadapi musibah itu dan mengikhlaskan
kepergian orang yang kita cintai itu. Apalagi jika kita mau melihat sekeliling
kita, niscaya mata kita akan terbuka dan hati kita akan teriris karena ternyata
lebih banyak saudara-saudara kita yang lebih menderita dan mendapat ujian yang
jauh lebih berat daripada kita. Sabar dan ikhlas adalah kunci utama menghadapi
musibah, tangisan dan ratapan sudah tidak ada gunanya lagi karena tidak akan
mengembalikan orang yang sudah meninggal dunia.
Ada satu kisah menarik tentang sia-sianya ratapan kematian,
kisah itu diceritakan oleh DR. Aidh AL Qorny dalam salah satu buku karangannya.
Dalam buku itu beliau menceritakan tentang Hasan ibn Hasan, cucu Ali bin Ibn
Thalib R.A. meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri dan beberapa anak
yang masih kecil. Bahkan umur dia waktu itu pun masih sangat muda. namun itulah
kematian, tidak memandang muda, kaya, miskin, gubernur, raja, menteri ataupun
SUltan. Bila kematian menjemput manusia maka ia akan mengeluarkan mereka dari
istana-istana mereka dan kemudian menempatkan mereka di liang-liang kubur tanpa
kompromi sedikitpun. Demikianlah, Hasan Ibn Hsan meninggal tiba-tiba. Lantas
orangpun menguburkannya.
Konon, tatkala melihat kenyataan tersebut, istrinya pun
sangat sedih sekali. Lalu ia menuntun anak-anaknya pergi ke kuburan suaminya
dan kemudian mendirikan sebuah tenda disitu. Setelah tenda berdiri, ia
bersumpah dengan menyebut nama Allah, dirinya dan anak-anaknya bahwa ia akan
menangisi almarhum suaminya selama satu tahun penuh. Kesedihan yang sangat
memilukan dan iapun terus menangis…
Setelah satu tahun kemudian, tepatnya pada suatu malam iapun
merobohkan tendanya dan kemudian pergi membawa anak-anaknya meninggalkan
kuburan itu. Pada saat itulah, tiba-tiba ia mendengar suara perbincangan
berikut ini: Seseorang diantara mereka berkata, ” Apakah mereka (istri &
anak-anak Almarhum Hasan) mendapatkan apa yang mereka cari?” “Tidak,” jawab
temannya, “Mereka bahkan putus asa, lalu pergi.”
Mereka tidak menemukan apa yang mereka inginkan bahkan
Almarhum Hasan Ibn Hasan tidak mengajak mereka bicara dari dalam kubur. Ia
tidak keluar dari dalam kuburnya untuk menemui mereka walau hanya untuk satu
malam, tidak menciumi anak-anaknya dan ia tidak bangun untuk melihat istrinya
sekalipun…
Itulah sepenggal kisah menarik tentang sia-sianya menangis
dan meratapi kematian seseorang, sekeras apapun usaha kita dan sederas apapun
air mata mengalir tetap tidak akan mampu mengembalikan hidup orang yang kita
cintai jika dia sudah meninggal. Hanya doa yang bisa kita panjatkan agar Allah
berkenan mengampuni segala dosanya, menerima amal perbuatannya, melapangkan kuburannya,
menerangi kuburannya dan meringankan bebannya dialam kubur serta mendapat
tempat yang baik kelak di akhirat.
UCAPAN KEMATIAN ATAU MUSIBAH:
Mengapa ketika ada orang yang meninggal atau kena musibah
kita disunatkan mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi
rooji'uun" ;
Dasarnya adalah sebagai berikut :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ
الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ
الصَّابِرِينَ
" Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.( Al – Baqoroh ; 155 )
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا
إِلَيْهِ رَاجِعونَ
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" [101]. ( Al –
Baqoroh ; 156 )
أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ
هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
( Al – Baqoroh ; 155 ) "
[101] Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah
kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat "istirjaa" (pernyataan
kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik
besar maupun kecil.
AL-FATIHAH!!
alhamdulillah.. post yg menarikk syakur. beruntungnya.. khusnul khotimahhh, moga kita juga begitu hendakNya.. insyaAllah.
BalasPadam